Rabu, 29 Mei 2013


biografi umar



Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ingin mengetahui sendiri kondisi para gubernurnya di saat memimpin suatu daerah. Maka, beliau bertanya kepada rakyat mengenai para gubernur dan kelayakan mereka dalam menetapkan hukum. Suatu hari beliau datang ke Himsha. Saat itu Sa’id bin Amir al-Jamhi radhiyallahu ‘anhu yang menjadi gubernur daerah Himsha.

Umar mengumpulkan penduduk Himsha dan bertanya kepada mereka, “Wahai penduduk Himsha! Bagaimana penilaian kalian terhadap gubernur kalian, Said?” Mereka menjawab, “Kami mengeluhkan darinya empat hal: dia tidak keluar untuk mengurusi kami sebelum siang hingga matahari telah meninggi, dia tidak melayani seorang pun dari penduduk di malam hari, dalam satu bulan ada satu hari dia tidak keluar mengurusi kami, dia sering terkena pingsan, sehingga dia antara hidup dan mati.” Mendengar pernyataan masyarakat Himsha Umar radhiyallahu ‘anhu mempertemukan Sa’id radhiyallahu ‘anhu dengan mereka untuk mengklarifikasi berita tersebut.
Umar bergumam, “Ya Allah! Janganlah engkau mengubah penilaianku terhadap dirinya lantaran apa yang mereka keluhkan darinya pada hari ini.” Umar lalu mempersilahkan gubernurnya itu menanggapi isu tersebut. Sa’id mengatakan, “Mengenai saya tidak keluar hingga matahari siang telah meninggi, karena keluargaku tidak mempunyai pembantu. Maka, saya sendiri yang membuat adonan roti, kemudian saya menunggu hingga adonan itu meragi, barulah setelah membuat roti saya keluar.

Kemudian saya berwudhu mengurusi penduduk.
Adapun saya tidak melayani seorang pun di antara penduduk di malam hari, karena saya telah menjadikan waktu siang saya untuk mereka dan saya menjadikan waktu malam saya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengenai satu hari dalam sebulan saya tidak keluar untuk mengurusi seorang pun, karena saya tidak mempunyai pembantu untuk mencucikan baju saya, dan saya tidak mempunyai pakaian ganti yang bisa saya pakai sampai pakaiannya kering, kemudian saya memakainya dan saya keluar mengurusi mereka di penghujung siang.

Sedangkan pingsan yang menjadikan diriku antara hidup dan mati sebabnya ialah sesuatu yang menyakitkan, yaitu saya menyaksikan kematian Khubaib bin Adi al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Sungguh, orang Quraisy telah memotong-motong dagingnya kemudian mereka membawanya ke atas batang pohon untuk memberikan siksaan yang melampaui batas dan membuatnya pedih agar dia mengufuri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berakta kepadanya, ‘Apakah engkau senang bia kami jadikan Muhammad yang kamu tunduk pada agamanya berada pada posisimu sekarang’ Dia pun menolak dengan berkata, ‘Demi Allah, saya tidak senang hidup di tengah-tengah keluargaku sementara Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam jarinya tertusuk duri dan menyakitinya.’ Lantas saya ingat hari itu dan panggilan itu. Saya tidak membela Khubaib radhiyallahu ‘anhu padahal dia dalam kondisi yang buruk karena ketika itu saya masih musyrik, saya belum beriman kepada Allah Yang Maha Agung dan tidak beriman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Saya tidak ingat itu kecuali saya beranggapan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuniku karena dosa untuk selamanya. Maka dari itu, saya mengalami guncangan kemudian pingsan.” Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengubah penilaianku terhadap dirimu.”

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Via : Kisah Muslim

Selasa, 28 Mei 2013

 
[dua in arabic version is shared with us by a sister , kindly make dua for her, may Allah bless sister for sharing this imp dua in arabic]

Dua Before Studying :


“Allahumma infa’nii bimaa ‘allamtanii wa’allimnii maa yanfa’uunii. Allahumma inii as’aluka fahmal-nabiyyen wa hifzal mursaleen al-muqarrabeen. Allahumma ijal leesanee ‘aiman bi dhikrika wa qalbi bi khashyatika. Innaka ‘ala ma-tasha’u qadeer wa anta hasbun-allahu wa na’mal wakeel.”
“Oh Allah! Make useful for me what you have taught me and teach me knowledge that will be useful to me. Oh Allah! I ask you for the understanding of the prophets and the memory of the messengers, and those nearest to you. Oh Allah! Make my tongue full of your remembrance and my heart with consciousness of you. Oh Allah! You do whatever you wish, and you are my availer and protector and best of aid.”

Dua After Studying

DUA after studying_dua for exams
“Allahumma inni astaodeeka ma qara’tu wama hafaz-tu. Farudduhu ‘allaya inda hajati elahi. Innaka ‘ala ma-tasha’-u qadeer wa anta hasbeeya wa na’mal wakeel”
“Oh Allah! I entrust you with what I have read and I have studied. Oh Allah! Bring it back to me when I am in need of it. Oh Allah! You do whatever you wish, you are my availer and protector and the best of aid.”

Dua While Studying Something Difficult :

DUA while studying_dua for exams
“Allahumma la sahla illama ja-‘altahu sahla anta taj ‘alu al hazana eza ma shi’ta sahal.”
“Oh Allah! Nothing is easy except what you have made easy. If you wish, you can make the difficult easy.”

Dua For Concentration:

DUA for concentration_dua for exams
“Salla-l-laahu alaa Muhammad wa aal-e Muhammad. Allahumma inni as’aluka yaa mudhakkira-l khayr wa faa’ilahu wa-l-aamimira bihi dhakir-ni maa ansaani-hi-shaytan.”
“Blessings of god be upon Muhammad and his progeny. O god, I ask you, the one who mentions goodness and actualizes it and commands it, remind me of that which the shaytan makes me forget.”

Recite This Dua Everyday For Victory And Prosperity

“Ya sayyedas-sada-te, ya mojeebad-da’vate, ya rafe’ad-darajate, ya vali-yal hasanate, ya ghaferal-khati’ate, ya mo’ti-yal mas’alate, ya qabi-lat-tavbate, ya same’al-asvate, ya ‘alemal-khafiyate, ya dafe’al bali yate.”
“O’ the chief of all chiefs! O’ the acceptor of prayers! O’ the elevator of ranks! O’ the master of virtues! O’ the forgiver of sins! O’ the granter of requests! O’ the excerptor of penance! O’ the hearer of all voices! O’ the one who knows all mysteries! O’ the remover of calamities!”

Dua Before Exams:

dua before exams
The Prophet (sallallaahu `alayhi wa sallam) told the following dua to be recited in stress, studies, exams and trials
“O Allaah, there is no ease except what You make easy. And if You wish, You make the difficult easy.” [recorded in Hisnul-Muslim]
[kindly share these duas in ur website,or group/page with source back link pls,this help us in dawah,so pls don;t ignore]

Tips for Exams And Students

The Muslim student puts his trust in Allaah when facing the tests of this world, and he seeks His help whilst following the prescribed means, in accordance with the words of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him):
“The strong believer is better and is more beloved to Allaah than the weak believer, although both are good. Strive to attain that which will benefit you and seek the help of Allaah, and do not feel helpless.” (Saheeh Muslim, hadeeth no. 2664)
Among those means are the following:
  • Turning to Allaah by making du’aa’ in any way that is prescribed in Islam, such as saying, “Rabbiy ishrah li sadri wa yassir li amri (O my Lord, expand my chest and make things easy for me).”
  • Getting used to sleeping early and going to exams on time.
  • Preparing all required or permitted equipment such as pens, rulers and setsquares, calculators and watches, because being well prepared helps one to answer questions.
  • Reciting the du’aa’ for leaving the house: “Bismillaah, tawakkaltu ‘ala Allaah, wa laa hawla wa laa quwwata illa Billaah. Allaahumma inni a’oodhu bika an adilla aw udalla, aw azilla aw uzalla, aw azlima aw uzlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya (In the name of Allaah, I put my trust in Allaah, and there is no strength and no power except with Allaah. O Allaah, I seek refuge with You lest I should stray or be led astray, lest I slip (commit a sin unintentionally) or be tripped, lest I oppress or be oppressed, lest I behave foolishly or be treated foolishly).”Do not forget to seek your parents’ approval, for their du’aa’ for you will be answered.
  • Mention the name of Allaah before you start, for mentioning the name of Allaah is prescribed when beginning any permissible action; this brings blessing, and seeking the help of Allaah is one of the means of strength.
  • Fear Allaah with regard to your classmates, and do not be affected by their anxiety or fear just before the exam, for anxiety is a contagious disease. Instead, make them feel optimistic by saying good words as prescribed in Islam. The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) was optimistic when he heard the name of Suhayl (which means “easy”) and he said: “Things have been made easy for you.” He used to like to hear the words ‘Yaa Raashid, when he went out for any purpose. So be optimistic that you and your brothers will pass this exam.
  • Remembering Allaah (dhikr) dispels anxiety and tension. If something is too difficult for you, then pray to Allaah to make it easy for you. Whenever Shaykh al-Islam Ibn Taymiyah (may Allaah have mercy on him) found something too difficult to understand, he would say, “O You Who taught Ibraaheem, teach me; O You Who caused Sulaymaan to understand, cause me to understand.”
  • Choose a good place to sit during the exam, if you can. Keep your back straight, and sit on the chair in a healthy manner.
  • Look over the exam first. Studies advise spending 10% of the exam time in reading the questions carefully, noting the important words and dividing one’s time between the questions.
  • Plan to answer the easy questions first, then the difficult ones. Whilst reading the questions, write notes and ideas which you can use in your answers later.
  • Answer questions according to importance.
  • Start by answering the easy questions which you know. Then move on to the questions which carry high marks, and leave till the end the questions to which you do not know the answers, or which you think will take a long time to produce an answer or which do not carry such high marks.
  • Take your time to answer, for the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: “Deliberation is from Allaah and haste is from the Shaytaan.” (A hasan hadeeth. Saheeh al-Jaami, 3011).
  • Think carefully about the answer and choose the right answer when answering multiple-choice questions. Deal with them in the following manner. If you are sure that you have chosen the right answer, then beware of waswasah (insinuating whispers from the Shaytaan). If you are not sure, then start by eliminating the wrong or unlikely answers, then choose the correct answer based on what you think is most likely to be correct. If you guessed at a correct answer then do not change it unless you are sure that it is wrong – especially if you will lose marks for a wrong answer. Research indicates that the correct answer is usually that which the student thinks of first.
  • In written exams, collect your thoughts before you start to answer.Write an outline for your answer with some words which will indicate the ideas which you want to discuss. Then number the ideas in the sequence in which you want to present them.
  • Write the main points of your answer at the beginning of the line, because this is what the examiner is looking for, and he may not see what he is looking for if it is in the middle of the page and he is in a hurry.
  • Devote 10% of the time for reviewing your answers. Take your time in reviewing, especially in mathematical problems and writing numbers. Resist the desire to hand in the exam papers quickly, and do not let the fact that some people are leaving early bother you. They may be among the people who have handed in their papers too early.
  • If you discover after the exam that you answered some questions incorrectly, then take that as a lesson in the importance of being well prepared in the future, and not rushing to answer questions. Accept the will and decree of Allaah and do not fall prey to frustration and despair. Remember the hadeeth of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him), “If anything befalls you, do not say, ‘If only I had done such and such.’ Rather say, ‘Qadar Allaah wa maa sha’a kaan (the decree of Allaah and what He wills happened),’ for saying ‘if only’ opens the door for the Shaytaan.” (Saheeh Muslim, and the first part of this hadeeth was mentioned above).
  • Note that cheating is haraam whether it is in foreign language tests or any other tests. The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said, “Whoever cheats is not one of us.” It is wrongdoing and it is a haraam means of attaining a degree or certificate, etc., that you have no right to. The consensus is that cheating is a kind of cooperation in sin and transgression. So do without that which is haraam, and Allaah will suffice you from His bounty. Reject all offers of haraam things that come to you from others. Whoever gives up a thing for the sake of Allaah, Allaah will compensate him with something better. You have to denounce and resist evil, and tell the authorities about any such thing that you see during the exam, or before or after it. This is not the forbidden kind of slander rather it is denouncing evil which is obligatory.
Advise those who buy or sell questions or post them on the Internet etc., or who prepare cheat notes. Tell them to fear Allaah, and tell them of the ruling on what they are doing and on the money they earn from that. Tell them that the time they are spending in preparing these haraam things, if they spent it in studying, or answering previous exams, or helping one another to understand the subject before the exam, that would be better for them than doing these haraam things.
- Remember what you have prepared for the Hereafter, and the questions of the examination in the grave, and how to be saved on the Day of Resurrection. Whoever is saved from the Fire and admitted to Paradise will indeed have succeeded.
We ask Allaah to make us succeed in this world and cause us to be among those who are victorious and saved in the Hereafter, for He is the All-Hearing Who answers prayer.

Source : Islam Great Religion
Saat mata terasa gatal, muncul niat untuk menguceknya. Dan, hampir semua orang pernah melakukannya, yang akan berakibat mata memerah dan terasa perih. Tahukah bahwa mengucek mata bisa melemahkan otot yang ada di mata?

Tidak heran jika setelah gesekan terhadap mata, mata menjadi merah dan perih. Bisa jadi hal tersebut disebabkan keasyikan mengucek mata hingga rasa gatalnya hilang. Dan, bagaimana jika tangan yang mengucek itu kotor?

Mengucek mata, yoga dengan kepala di bawah, tidur dengan wajah menempel pada bantal atau berenang merupakan berbagai aktivitas yang bisa menyebabkan penekanan mata meningkat,” ujar Professor Charles McMonnies, dari UNSW School of Optometry and Vision Science, dalam jurnal yang telah dipublikasikan berjudul Optometry and Vision Science, seperti dikutip dari Science.
Saat menyentuh mata, kelopak mata akan mengalami peningkatan tekanan. Cahaya lampu yang terlalu silau lebih sedikit memberikan tekanan dibandingkan dengan mengucek mata dengan keras yang bisa memberikan tekanan 3 sampai 5 kali lebih besar dari tekanan normal.
Mengucek Mata
Pada kasus mengucek mata, terjadi efek kombinasi menutup mata dan kekuatan mengucek mata yang bisa meningkatkan tekanan lebih tinggi lagi. Mengucek dengan keras bisa meningkatkan tekanan hingga 10 kali lebih tinggi dibanding tekanan normal!
“Tekanan yang normal akan memberikan konsekuensi yang sedikit, tapi tekanan pada mata yang kuat dalam jangka waktu yang lama dan terjadi secara berulang bisa memberikan kontribusi pada kerusakan mata seperti glaukoma, lebih cepat terkena rabun jauh, conical kornea atau bisa juga menyebabkan kebutaan,” ujar Professor Charles McMonnies.
Menghindari kontak mata dengan bantal atau masker tidur juga bisa membantu mengurangi tekanan sensitif pada mata. Saat mengucek mata juga bisa melemahkan otot levator palpebra yang berfungsi mengangkat kelopak mata, sehingga jika mengucek mata akan membuat mata terlihat lebih kecil atau seperti mata mengantuk.
Tekanan mata yang normal terjadi saat menutup mata, berkedip dan saat menarik nafas dalam tidak akan memberikan konsekuensi karena tekanan yang diberikan sangat kecil dan tidak dalam waktu yang lama.

Untuk itu sebaiknya hindarilah beberapa aktivitas seperti berikut:
  1. Tidur dengan wajah tertunduk dan kontak dengan bantal, karena dalam bantal tersebut bisa saja terdapat kutu atau debu yang bisa membuat mata iritasi.
  2. Mengucek mata, karena bisa membuat mata iritasi, kering dan membuat mata perih.
  3. Menunduk bisa meningkatkan tekanan, karena itu sebaiknya jika membaca dalam posisi duduk.
Menyeka air mata adalah kegiatan yang paling baik dengan menghapus dari ujung mata dan meminimalkan kontak dengan kelopak mata. Dan, gunakan obat tetes mata jika terasa gatal dan perih.
Hindari mengucek mata sebisa mungkin! Jika terasa gatal, gunakan tisiu dan usapkan secara lembut guna menghindari kontak yang berlebihan. Langkah paling bijaksana jika mata terasa perih, periksakan ke dokter mata.

Sumber : Berita Unik

Serangan Bom Di ibukota Iraq Membunuh 70 Orang

Posted by Unknown | 5/28/2013 07:56:00 AM Categories:
remp

SETIDAKNYA 70 orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam 11 serangan bom yang mengguncang ibukota Iraq, Baghdad, sumber-sumber setempat mengatakan.
Ledakan menghantam pusat perbelanjaan yang sedang sibuk di daerah Syiah Baghdad pada Senin kemarin (27/5/2013).

Ledakan itu datang satu hari setelah lebih dari selusin orang kehilangan nyawa mereka dalam serangkaian serangan lintas-negara, termasuk ledakan mematikan di jalan raya dari Balad ke Samarra di utara ibukota yang menewaskan lima peziarah Iran.

Lebih dari 400 orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka dalam pemboman dan aksi kekerasan lainnya di Iraq sejak awal Mei.

Insiden ini datang pada saat Misi Bantuan PBB untuk Iraq (UNAMI) mengatakan pada tanggal 2 Mei bahwa bulan April adalah bulan paling mematikan di Iraq sejak tahun 2008 yang menewaskan lebih dari 700 orang dan melukai lebih dari 1.600 orang lainnya di seluruh negeri.

UNAMI juga menyatakan bahwa Baghdad adalah yang wilayah terburuk yang terkena dampak kekerasan, dengan total 211 tewas dan hampir 500 lainnya cedera.

Sumber : Islam Pos
Inilah observatorium terbesar di dunia, yang diberi nama ALMA ((Atacama Large Millimeter/Submillimeter Array). Diresmikan pada Rabu (13/03/2013).

Berdiri di ketinggian 5000 meter dari permukaan laut, Chajnantor plateau (dataran tinggi Chjnantor), Chili. ALMA dilengkapi dengan 66 teleskop radio berbentuk antena besar yang memiliki diameter tujuh hingga 12 meter.



"Ini merupakan tonggak karena menjadi proyek observatorium terbesar yang pernah terwujud di dunia," kata seorang astronom ALMA, Giani Marconi.

Proyek diharapkan menyediakan informasi yang tidak tersedia sebelumnya yang mungkin membantu para ilmuwan untuk memahami asal-usul alam semesta. Para ilmuwan berharap meneliti gas dan debu yang membentuk bintang dan galaksi.

Giani Marconi mengatakan hal yang menjadikan ALMA spesial adalah di tempat tersebut hampir tidak ada uap.

"Hampir tidak ada uap sama sekali sehingga radiasi yang berasal dari objek angkasa, dari galaksi dan bintang, datang tanpa masalah, tidak diserap oleh atmosfir sendiri," tutur Marconi.

Pembangunan proyek memakan waktu lebih dari 10 tahun dan diperkirakan menekan biaya sebasar US$1,3 miliar, dan mendapat suntikan dana dari Cile, Amerika Serikat, Eropa, Kanada dan Jepang.











 Sumber : Apa Kabar Dunia

Senin, 27 Mei 2013

# 6 Hal Sunnah Puasa #

Posted by Unknown | 5/27/2013 08:10:00 AM Categories: , , ,



Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

akan menjabarkan beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga kita bisa mengamalkannya.

1. Mengakhirkan Sahur

Disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur. Al Khottobi mengatakan bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama Islam selal...u mendatangkan kemudahan dan tidak mempersulit.[1] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ

“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”[2]

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”[3] An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.”[4]

Makan sahur juga merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa Yahudi-Nashrani (ahlul kitab). Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.”[5] At Turbasyti mengatakan, “Perbedaan makan sahur kaum muslimin dengan ahlul kitab adalah Allah Ta’ala membolehkan pada umat Islam untuk makan sahur hingga shubuh, yang sebelumnya hal ini dilarang pula di awal-awal Islam. Bagi ahli kitab dan di masa awal Islam, jika telah tertidur, (ketika bangun) tidak diperkenankan lagi untuk makan sahur. Perbedaan puasa umat Islam (saat ini) yang menyelisihi ahli kitab patut disyukuri karena sungguh ini adalah suatu nikmat.”[6]

Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ

“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.”[7]

Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,

تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.

“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh[8] dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”.[9] Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”

Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”

Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”[10]

Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit Sebelum Adzan Shubuh)?

Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “

Syaikh rahimahullah menjawab:

Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)

Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ

“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul Marom)

Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ

“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”[11]

2. Menyegerakan berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”[12]

Dalam hadits yang lain disebutkan,

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.”[13] Dan inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka.[14]

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”[15]

3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.

Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas. Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.[16]

4. Berdo’a ketika berbuka

Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.”[17] Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.[18]

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”[19]

Adapun do’a berbuka,

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”[20] Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).

Begitu pula do’a berbuka,

اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.[21] Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.

5. Memberi makan pada orang yang berbuka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”[22]

6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْقُرْآنَ ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”[23]

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”[24]

Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[25] Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »

"Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya." Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, "Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur."[26]

Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.



Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Cuplikan dari Buku Panduan Ramadhan

[1] ‘Aunul Ma’bud, 6/336.

[2] HR. Ahmad 3/367. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini derajatnya hasan dilihat dari jalur lainnya, yaitu hasan lighoirihi.

[3] HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095.

[4] Al Majmu’, 6/359.

[5] HR. Muslim no. 1096.

[6] ‘Aunul Ma’bud, 6/336.

[7] HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.

[8] Yang dimaksudkan dengan adzan di sini adalah adzan kedua yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum, sebagai tanda masuk waktu shubuh atau terbit fajar (shodiq). (Lihat Fathul Bari, 2/54)

[9] HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097.

[10] Lihat Fathul Bari, 4/138.

[11] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/281-282.

[12] HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari Sahl bin Sa’ad.

[13] HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[14] Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 63.

[15] HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

[16] Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 289.

[17] HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[18] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.

[19] HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[20] HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)

Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)

Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)

[21] Mirqotul Mafatih, 6/304.

[22] HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[23] HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308.

[24] Zaadul Ma’ad, 2/25.

[25] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 298.

[26] HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Astronot selalu mengenakan seragam warna putih. Mengapa, apakah ini warna favorit NASA? Dan, tahukah kamu pakaian tersebut berat dan tebal.

Seperti yang kita ketahui, tempat kerja astronot adalah di luar angkasa. Di sana tidak ada atmosfer, sehingga astronot menghadapi ancaman radiasi berbahaya dari cahaya matahari. Radiasi tersebut tidak tersaring oleh atmosfer seperti ketika di bumi. Oleh sebab itu, baju astronot didesain untuk mencegah radiasi berbahaya tersebut “menjamah” tubuh astronot.

fdwallpapers.com

Setiap bahan memiliki respon tertentu terhadap radiasi. Sebagai contoh, jika suatu bahan bersifat memantulkan radiasi merah (panjang gelombang 620-750 nm) dan menyerap radiasi lainnya, maka bahan tersebut akan terlihat berwarna merah di mata kita. Prinsip yang sama berlaku untuk warna-warna lain seperti kuning (panjang gelombang 570-590 nm), hijau (panjang gelombang 495-570 nm), dan biru (panjang gelombang 450-495 nm).

Jika suatu bahan tidak memantulkan (alias menyerap) semua radiasi, maka bahan tersebut akan tampak hitam di mata kita. Itulah sebabnya, ketika kondisi gelap, warna yang tampak oleh mata kita adalah hitam, karena tidak ada radiasi cahaya yang dipantulkan ke mata kita.

Bagaimana dengan bahan berwarna putih? Radiasi cahaya apa yang dipantulkannya?

Bahan yang tampak putih di mata kita adalah bahan yang bersifat memantulkan semua radiasi. Inilah alasan digunakannya bahan berwarna putih untuk pakaian astronot. Radiasi berbahaya tidak dapat mencapai tubuh astronot karena dipantulkan kembali ke angkasa oleh bahan berwarna putih tersebut.

Pakaian berwarna putih ini juga berfungsi untuk mempertahankan tubuh astronot agar tetap hangat, karena radiasi yang dipancarkan oleh tubuh astronot itu akan terpantulkan kembali ke dalam (tidak hilang ke angkasa).


Perlengkapan yang harus ada
Selain seragam yang "harus" berwarna putih, ada lagi perlengkapan lain yang harus digunakan seorang astronot (atau kosmonot, penyebutan orang Rusia). Baju antariksa NASA yang punya nama keren extravehicular mobility unit, alias EMU ini juga dilengkapi dengan:

wallpaperhi.com

1. Helm. Berguna untuk melindungi Astronot dari sinar matahari, radiasi sinar kosmis, partikel-partikel bermuatan, dan lain sebagainya, namun para Astronot pun tetap dapat melihat dengan jelas.
2. Sarung tangan dan sepatu boot. Pelindung tangan dan kaki, tetapi tetap dapat bergerak bebas.
3. Perangkat Primary Life-Support System. Perangkat ini berguna sebagai peyediakan oksigen, pengatur tekanan udara, dan kelembaban, perngkat ini dikemas seperti tas punggung, berat.
4. Radio komunikasi. Kalian tahu kan ruang hampa udara yang tidak dapat menghantarkan suara? Nah, adanya radio komunikasi memungkinkan para Astonot saling berkomunikasi saat berada di luar pesawat.

Tebalnya pakaian antariksa
Mau tahu berapa lapisan yang ada dalam baju antariksa milik NASA ini? Wah, hitung sendiri ya! Berikut rinciannya: … …
hplusmagazine.com

1. Lima lapisan nylom dialuminisiumisasi, lima lapisan film mylar dialuminiumisasi, sebagai pelidung panas.

2. Nylon berlapis neoprene, sebagai pelindung dari hujan meteor dengan ukurannya yang relatif sangat kecil.

3. Lapisan struktur polyester/dacron, sebagai pelindung dari adanya perbedaan tekanan dengan lingkungan luar.

4. Lapisan kantong kemi dari nylon/poliurethan, sebagai pelindung dari keadaan luar yang hampa udara.

5. Engsel-engsel pada titik-titik persendian utama, yang memungkinkan para Astronot bergerak dalam pakaian yang berat tersebut.

6. Pembungkus tubuh yang dilengkapi dengan air dingin, hal ini memungkinkan para Astronot melakukan kerja berat, bahkan lebih dari enam jam nonstop, namun tanpa berkeringat sedikit pun.

7. Lapisan nylon tipis, yang berguna untuk membuat para Astronot merasa nyaman, dan mudah masuk dan keluar, ke dalam dan ke luar pakaian tersebut.

Nah, jadi kalau kita melihat Superman yang bisa terbang ke ruang angkasa tanpa mengenakan baju tambahan, atau film-film fiksi ilmiah yang juga menihilkan pentingnya seragam khusus di ruang angkasa, harus dipertanyakan lagi. Karena, tanpa pakaian khusus inilah yang akan terjadi:


1. Kamu akan pingsan dalam waktu kurang dari 15 detik, coz di sana tidak ada oksigen sama sekali.

2. Darah dan cairan tubuh akan mendidih, lalu membeku karena di luar sana tidak ada tekanan udara sama sekali. Di Bulan misalnya, suhu di sana berkisar antara 120° celcius ketika mendapat sinar matahari, dan -100° celcius saat Bulan tidak mendapatkan sinar matahari. Wah, kamu tidak akan bertahan dengan suhu sepanas dan sedingin ini!
3. Kamu akan kena bahaya dari radiasi sinar kosmis dan partikel-partikel bermuatan dari Matahari, belum lagi partikel-partikel kecil seperti debu dan batuan yang bergerak dalam kecepatan tinggi. Ih serem ya?! Jadi Astronot harus pakai baju antariksa!
 
Sumber : Apa Kabar Dunia

Rabu, 22 Mei 2013



*Ibu Rumah Tangga

1. Dalam masa peperangan

Jelas sekali adalah lelaki dewasa, suami, pemuda yang gagah pergi memanggul senjata. Saling melepas peluru, bertukar pukulan di garis depan pertempuran. Tapi hei, siapa yang akan merawat dan membesarkan anak2 di rumah? Siapa lagi kalau bukan istri, seorang ibu rumah tangga. Saya menyaksikan film2 kolosal hebat, dengan ribuan prajurit pergi berperang. Jelas sekali ribuan prajurit ini bukan Superman atau Hercules--yang lahir langsung hebat.

Siapa yang membesarkan ribuan prajurit2 ini? Ibu rumah tangga.

2. Dalam masa kekacauan harga

Harga bawang naik, harga daging naik, harga beras naik. Tidak cukup kabar buruknya, harga gas juga naik, air PAM naik, listrik naik. Dalam setiap kekacauan harga, itu betul suami pusing.

Tapi mau diapain? Mau cari pekerjaan baru? Minta kenaikan gaji. Jika solusi jangka pendek tidak tersedia, tetap saja bemper paling sakti ada di rumah. Ibu rumah tangga. Nah, yang lihai sekali melakukan manuvermanuver canggih untuk memastikan makanan bergizi tetap terhidang adalah ibu rumah tangga. Mengatur semua pengeluaran hati-hati. Memastikan meski harga-harga sedang kacau, semua kebutuhan terpenuhi dengan anggaran yang sama.

3. Dalam masa kesulitan keuangan

Saya pernah membaca cerita ini. Ada sebuah keluarga yang Ibu dari anak-anak, sekaligus istri tercinta dari suaminya meninggal. Suaminya harus merawat dua anak mereka yang tumbuh remaja, pindah kota dan ternyata kemudian punya kesulitan keuangan serius--bisnis yang dikembangkan suaminya gagal. Terdesak.

Saat suaminya sudah hampir putus asa, harus menjual apapun tersisa yang dia miliki, kerabat dekat mereka memberitahu kalau istrinya selama ini menyisihkan uang bulanan, ditabung.

15 tahun menikah, meski setiap bulan hanya kecil yang disisihkan, tetap saja jumlahnya menakjubkan. Lihatlah, bahkan saat sudah meninggal pun ibu rumah tangga satu ini tetap bisa mengirimkan pertolongan. Tabungan itu diambil. Bisnis suaminya bisa diselamatkan, anak-anaknya bisa sekolah lagi, dan masa depan mereka terjamin.

Well yeah, ini kisah nyata, bukan fiksi karangan saya, bahkan sejatinya berserakan di sekitar kita. Ibu rumah tangga yang diam-diam menyiapkan rencana bagi keluarganya.

4. Dalam masa sejahtera, sentosa

Apalagi dalam situasi seperti ini. Seorang ibu rumah tangga yang baik, jelas memiliki fungsi prima. Bahkan tidak hanya berpengaruh bagi anak dan suaminya, seorang ibu rumah tangga juga bisa memiliki dampak positif bagi sekitarnya. Hanya ada di rumah bukan berarti tidak bisa melakukan apapun.

Hanya menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tidak bisa bermanfaat bagi dunia.

Jadi, pola pikir yang bilang ibu rumah tangga itu hanya itu-itu saja adalah warisan berpikir sempit dan menyesatkan. Kita bisa membuat definisi ibu rumah tangga yang lebih baik, tanpa mengorbankan bagaimana agama meletakkan posisi seorang ibu/istri. Selalu garis bawahi, mau bekerja di kantor, mau presiden, mau jenderal, siapapun itu wanita yang menikah dan berkeluarga, maka dia adalah ibu rumah tangga. Tidak bisa melepaskan kodrat tersebut. Dan jelas sia-sia membenturkan istilah "wanita karir" versus "ibu rumah tangga", kecuali memang tidak mau disebut Para ibu rumah tangga.

Posisi ibu rumah tangga sejak dulu, hingga nanti, selalu strategis dan penting. Jadi jangan dirusak oleh pemikiran laki-laki yang menyempitkannya, pun jangan dirusak oleh pemikiran wanita sendiri yang mengabaikannya/menyepelekannya.

Sumber : Darwis Tere Liye

Pemberdayaan Penulis Tepat Sasaran

Posted by Unknown | 5/22/2013 07:39:00 AM Categories: , ,
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(UUD 1945 pasal 31 Ayat 1 dan 2)


Ayat pertama dan kedua pasal 31 UUD 1945 dapat dikatakan belum cukup berhasil, indikatornya dapat dilihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2012 menempati urutan ke-121 dari 187 negara dengan skor 0,624 (UNDP, 2013). Posisi tersebut belum dikatakan cukup menggembirakan, padahal pendidikan merupakan salah satu indikator penting dalam majunya peradaban suatu bangsa, bahkan fungsinya kini menjadi suatu investasi jangka panjang. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan berkorelasi dengan produktivitas masyarakat, semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula produktivitasnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan output perekonomian.

Terkait pendidikan, kegiatan utamaya meliputi membaca dan menulis. Secara spesifik, dalam aktivitas menulis, jumlah publikasi hasil penelitian Indonesia pada 1996-2008 lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia (Kompas, 9 Desember 2010). Kemudian, indikator lain dapat dilihat dari publikasi ilmiah yang diterbitkan oleh tiap universitas di dunia. Jumlah publikasi universitas yang ada di Indonesia masih terbilang rendah (Webometrics, 2013). Dampak negatifnya, minat terhadap penelitian juga rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peneliti di Indonesia yang sangat minim (OECD, 2012).

Agar budaya menulis dapat berkembang, tentu saja harus diawali dan didukung dengan banyak membaca. Kemampuan dalam membaca dan menyerap bacaan sangat berpengaruh terhadap kemampuan menulis seseorang. Oleh karena itu, langkah awal yang dapat diupayakan adalah meningkatkan minat baca. Agar minat baca dapat tumbuh, tentu harus dilakukan sejak dini dan infrastruktur yang menunjang, misalnya perpustakaan. Dalam promosi perpustakaan, saya membagi kelompok pengguna perpustakaan menjadi empat golongan, yaitu:

Gambar 1. Klasifikasi Pengguna Perpustakaan



Tujuan dari klasifikasi pengguna perpustakaan yaitu agar penulis dapat diberdayakan, dalam artian menentukan subjek mana yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan minat membaca dan menulis. Saya menganalogikan keempat golongan tersebut dengan anak tangga untuk menggambarkan secara garis besar berdasarkan komposisi jumlah pengguna atau pengunjung perpustakaan.

Minat baca yang rendah memang bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, tapi bukan menjadi solusi yang tepat jika kita hanya ”percaya” pada media 100% bahwa memang minat baca rendah. Solusinya, diperlukan sinergitas semua elemen untuk menciptakan masyarakat yang gemar membaca yang dapat dimulai dari tingkat individu. Berikut ini penulis akan mencoba memaparkan kendala yang terdapat pada promosi perpustakaan dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat.

  1. Kelompok pecinta buku Untuk kelompok ini rasanya tidak perlu “disadarkan” betapa pentingnya membaca buku, mereka pasti sudah menyadari apa yang mereka lakukan tersebut secara sadar dan berkesinambungan. Kelompok pecinta buku bukan berarti harus akademisi, siapapun bisa saja sangat mencintai buku namun dalam membaca orang tersebut melakukan spesialisasi bacaannya sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya. Kendala yang terdapat pada kelompok ini hanya image luar yang menganggap diri mereka dan perpus sebagai sesuatu yang “kuper”, sehingga seolah-olah pecinta buku memiliki dunia tersendiri.
  2. Kelompok masyarakat umum. Kendala terbesar yang terdapat pada kelompok ini yaitu masalah subsitusi vs komplementer, maksudnya dalam hal fungsi dan peranan buku jika dibandingkan dengan internet. Banyak masyarakat yang lebih menggunakan internet pada era “melek teknologi” sekarang ini dan mulai meninggalkan buku. Mereka berpikir kalau harga buku mahal dan internet bisa lebih cepat memperoleh informasi, mudah diakses, dan bisa mendapatkan apapun. Tetapi masyarakat harus menyadari, keduanya tidak harus di subsitusi, ada keunggulan dan kelemahan dari masing-masing media tersebut, jadikanlah buku dan internet sebagai garpu dan sendok (fungsi komplementer) yang menunjang dalam mencari referensi.
  3. Kelompok civitas akademika. Civitas akademika tidak termasuk ke dalam kelompok pecinta buku karena tidak semua orang dalam kelompok ini benar-benar mencintai buku, ada sebagian besar dari mereka yang “terpaksa” berhubungan dengan buku sehingga hasilnya tidak akan maksimal. Kendala yang menimpa kelompok ini biasanya terdapat pada jumlah dan jenis koleksi yang ada dan kurang up to date sehingga pengguna tidak bisa mendapatkan apa yang dicari. Diharapkan untuk masyarakat kelas atas bisa peduli dengan perpustakaan dan kemajuan dunia pendidikan dengan mengalokasikan budget-nya untuk menyumbang buku ke perpustakaan.
  4. Kelompok masyarakat anti buku. Dari keempat golongan, kelompok anti buku lah yang paling sulit untuk diajak dapat “membaca” karena memang mereka lebih tidak memiliki cukup waktu untuk membaca karena harus mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka. Secara otomatis bisa dipastikan mereka jarang berkunjung ke perpustakaan, selain itu memang agak sulit dan masih dicari format yang tepat untuk mensosialisaskan buku kepada mereka. Menurut saya sebagian dari mereka memang harusnya tidak diberdayakan untuk membaca melainkan diberikan skill, dengan cara itu dalam jangka panjang mereka pasti akan membaca, walaupun nantinya mereka tetap tidak mau membaca itu bukan menjadi masalah yang besar karena mereka sudah memiliki keterampilan dan tidak menjadi beban masyarakat dan negara.
Program Pemberdayaan Kompetensi Penulis

Pemberdayaan minat membaca dan menulis, sebaiknya ditujukan kepada subjek yang tepat, dalam hal ini bukan kepada mereka yang anti terhadap buku. Strategi yang dapat ditempuh, antara lain:

  • Meningkatkan minat baca sejak dini. Minat baca harus mulai dibiasakan sejak dini, karena pada usia anak-anak (2 s.d 6 tahun), kecenderungan perilakunya mudah meniru dan mampu menyerap informasi. Jika kita menanamkan kebiasaan membaca, mereka akan terbiasa untuk melakukan aktivitas tersebut dalam hidupnya. Dalam jangka panjang, diharapkan mereka akan menjadi kelompok pecinta buku yang cinta membaca dan dapat menulis dengan baik.
  • Membuat Program Bengkel Penulisan. Program ini ditujukan untuk umum bagi mereka yang ingin belajar bagaimana menulis dengan baik dan benar. Selain itu komunitas dalam program ini dapat melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahasa gaul yang dapat merusak bahasa Indonesia.
  • Mengembangkan duta baca ketingkat nasional. Saat ini program pemilihan duta baca hanya ada pada lingkup DKI Jakarta. Dengan mengembangkan program tersebut ke tingkat nasional, diharapkan dapat menstimuli daerah lainnya agar termotivasi untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan minat baca dan menulis. Diharapkan, dalam jangka panjang para duta baca di tiap daerah dapat menyebarkan virus cinta membaca.
  • Membuat acara televisi. Melalui acara televisi, penyebaran minat baca ke masyarakat akan lebih efesien. Mengingat target utama adalah anak-anak dan remaja, maka konsep acara yang dikemas secara ringan. Format yang saya tawarkan antara lain: (1) bedah buku; (2) membuat event kompetisi seputar pendidikan dalam bentuk quiz; dan (3) mempresentasikan karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, dll) di televisi.
  • Bagi masyarakat yang tidak suka membaca dan tidak mau pernah membaca, mungkin dapat diatasi dengan program pemberdayaan kecakapan hidup (life skill) melalui pelatihan-pelatihan keterampilan agar tidak menjadi beban dalam perekonomian.

Marilah mulai saat ini kita biasakan diri untuk membaca dan memberdayakan perpustakaan. Berangkat dari pemikiran tersebut, secara perlahan kemampuan menulis secara kolektif juga dapat dikembangkan. Kita juga perlu ingat satu hal, jangan pernah menyalahkan keadaan yang terjadi sekarang, jangan menyalahkan minat baca yang rendah karena anggaran dan fasilitas yang terbatas tetapi justru dari kondisi inilah yang harus membuat kita lebih berpikir dan kreatif lagi untuk menyikapi keadaan menuju keadaan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2013). Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45. Diakses pada 13 Mei 2013.

Kompas. (2010, 9 Desember). Publikasi Penelitian Rendah. http://edukasi.kompas.com/ read/2010/12/09/04373157/Publikasi.Penelitian.Rendah. Diakses pada 13 Mei 2013.

OECD. (2012). Gross Domestic Ependiture on R&D As a Percentage of GDP. ISSN 2075-843X.

United Nations Development Programme (2013). 2013 Human Development Report.
 
Webometrics. (2013). Rankings Web of Universities. http://www.webometrics.info/en/world. Diakses pada 13 Mei 2013.
 
Via : D.Arfiansyah Blog

Selasa, 21 Mei 2013

Kunci Ka'bah

Posted by Unknown | 5/21/2013 08:07:00 AM Categories: ,
 
 
Ahli sejarah dan tafsir menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika pembukaan kota Makkah mengambil kunci Ka’bah yang mulia dari tangan Ustman bin Thalhah, kemudian beliau masuk dan shalat 2 rakaat di dalamnya kemudian keluar sambil membaca perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
 
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (  ٥٨)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ : 58).
 
Imâm Thabrani Rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« خُذُوهَا يَا بني طَلْحَةَ خَالِدَةً تالدةً لا يَنْزِعُهَا مِنْكُمْ إِلا ظَالِمٌ »
”Ambillah dia hai bani Thalhah, untuk selama-lamanya, tidaklah mengambilnya dari kamu kecuali orang zhalim.” (Dalam Mu’jam al-Kabir, No. 11234) Maksudnya adalah kepengurusan dan penjagaan pintu Ka’bah.
 
Dan Sahabat ini adalah Ustman Bin Thalhah bin Abi Thalhah Radhiallahu ‘Anhu dari Bani Abdiddar. Utsman masuk Islam pada Perjanjian Hudaibiyah, hijrah bersama Khalid Bin Walid Radhiallahu ‘Anhu dan menghadiri Fathul Makkah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian Nabi mengambil kunci tersebut darinya. Hadits Shahîh dalam Bukhari dan Muslim.
 
Pembesar juru kunci Baitullah al-Haram, Syaikh Abdul Aziz Bin Abdillah Asy-Syayyi, dialah pembawa kunci Ka’bah. Anaknya Nizar Asy-Syayyi berkata: “Kita juga disebut Al-Hijabi, artinya yang menjaga rumah (Ka’bah). Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak agar Ka’bah yang mulia mempunyai pengurus atau penjaga, yaitu mereka yang diberi tanggung jawab dalam hal ini. Juga hendaknya Ka’bah mempunyai kunci yang telah kami terima dari keluarga Syayyi. As-Sadanah mempunyai arti yang beragam dalam kamus bahasa Arab, seperti: Al-Amin (orang terpercaya), Al-Khadim (pelayan), Al-Hajib (juru kunci, penjaga pintu), …dan seterusnya.”
 
Dan sadanah Ka’bah kembali kepada sejarah pembangunannya. Artinya menangani semua urusan mulai dari membuka, menutup, membersihkan, mencuci, memberinya kain kiswah (penutup ka’bah) dan memperbaiki kain ini apabila robek, menerima tamu-tamunya dan semua yang berkaitan dengan itu. Yang telah menangani masalah sadanah ini adalah Ismail kemudian keturunannya, sampai masa Kushai bin Kilab. Kemudian Kushai mengambil sadanah Ka’bah dari Khuza’ah yang telah menguasai sadanah dengan kekuatan untuk waktu yang tidak lama. Ia adalah sebuah kabilah yang hijrah dari Yaman setelah bobolnya tembok bendungan Ma’rib. Mereka menuju Makkah dan tinggal di Makkah.
 
Kushai mempunyai anak yang bernama Abduddar, Abdul Manaf, Abdul ‘Uzza, dan Abdu Kushai dan setelah wafatnya Kushai beralihlah sadanah kepada Abdiddar dan anak-anaknya, sampai ada di antara mereka Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah dan anak pamannya Syaibah Bin Utsman bin Abi Thalhah.
 
Nasab sadanah Ka’bah yang mulia sekarang ini berakhir sampai sahabat Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah Radhiallahu ‘Anhu. Ia telah masuk Islam pada Fathul Makkah. Ini menurut riwayat yang paling shahîh. Ia mempunyai keutamaan shuhbah (menemani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ) dan periwayatan hadîts dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
 
Mereka adalah tempat penghormatan dan pemuliaan sebagaimana riwayat-riwayat yang menunjukkan tentang hak-hak mereka. Mereka senantiasa dimuliakan dan dihormati oleh para penguasa muslim secara umum. Keberadaan mereka senantiasa menjadi bagian dari mukjizat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memberitakan kepada ummatnya tentang hal itu dengan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
 
« خُذُوهَا يَا بني طَلْحَةَ خَالِدَةً تالدةً لا يَنْزِعُهَا مِنْكُمْ إِلا ظَالِمٌ »
“Ambillah dia hai Bani Thalhah untuk selama-lamanya, tidaklah mengambilnnya (melepasnya) dari kamu kecuali orang-orang zhalim.”
 
Kisah perpindahan kunci Ka’bah diceritakan oleh Nizar Asy-Syayyi: “Sadanah beralih ke tangan kami sejak masa kakek kami (Kushai) dan berpindah di antara anak-anaknya Abdiddar yang dia mempunyai 5 anak laki-laki. Dia tidak keluar pada musim dingin dan musim panas, lalu saudara-saudaranya mencelanya karena hal itu. Ketika bapaknya (Kushai) mendengar celaan mereka ia berkata: “Demi Allah, aku akan memprioritaskan kamu daripada mereka.” Lalu bapaknya tersebut memberinya hak memberi minum (para pengunjung) Ka’bah, kepengurusan sadanah, kepemimpinan dan musyawarah, pertolongan dan bendera perang. Ketika saudara-saudaranya datang mereka berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau telah mengambil semua kemuliaan dan engkau tidak meninggalkan sedikitpun untuk kami.” Lalu dia berkata: “Ambillah semuanya, kecuali sadanah (juru kunci ka’bah) dan riasah (kepemimpinan), yang mana dia adalah pemimpin Quraisy.”
Dan diperjelas lagi bahwa kunci tersebut tersimpan di dompet hijau tertulis di atasnya ayat yang mulia yang turun pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada Fathul Makkah [وَرُدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلىَ أَهْلِهَا] “Dan kembalikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.”
 
Sebab turunnnya adalah katika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk Ka’bah setelah Fathul Makkah menuju Ka’bah, pamannya Abbas Radhiallahu ‘Anhu meminta darinya untuk menggabungkan sadanah dan siqayah (pemberian minum para tamu Ka’bah). Lalu turunlah ayat ini kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Beliau berada di dalam Ka’bah. Ayat ini menjadi penyebab dikembalikannya kunci kepada kakeknya Utsman bin Thalhah, dan beliau berkata kepadanya:
 
« خُذُوهَا يَا بني طَلْحَةَ خَالِدَةً تالدةً لا يَنْزِعُهَا مِنْكُمْ إِلا ظَالِمٌ »
“Ambilah dia hai Bani Thalhah Khalidah Talidah, tidaklah seorang mengambilnya dari kamu kecuali orang yang zhalim.” (SY)*
 
Sumber : Qiblati

Ada Apa Sih didalam Ka'bah ?

Posted by Unknown | 5/21/2013 08:00:00 AM Categories: ,



Sesungguhnya ka’bah itu, memiliki kecintaan yang amat besar didalam hati setiap muslim. Sehingga tidak heran jika setiap muslim berangan-angan untuk dapat memasukinya. Dan yang tidak bisa memasukinya paling tidak berusaha untuk membayangkan dan mengira-ngira isinya. Misalnya pada hari kamis 8 Desember 2005 yang lalu ketika pintu Ka’bah dibuka untuk para tamu Negara yang datang pada acara Muktamar OKI di Makkah, semua orang berkeinginan untuk bisa menyaksikan dalamnya Ka’bah. Akan tetapi mana mungkin, karena thawafpun dilarang demi keamanan.
 
Oleh karena itu untuk membantu para pembaca dalam menghilangkan rasa penasaranya, berikut ini kami terangkan apa sebenarnya yang ada didalam Ka’bah.
 
Pertama: Didalam ka’bah terdapat bau minyak wangi dari campuran Kasturi, kayu gaharu dan minyak ambar yang digunakan dalam jumlah besar untuk membersihkannya, dan bau harum bekas minyak wangi itu terus menerus sepanjang tahun.
 
Kedua: Lantai ka’bah ditutup dengan marmer berwarna putih ditengah, dan dibagian pinggir marmer berwarna hitam, dan bagian yang tinggi pada tembok ka’bah marmer berwarna merah mawar ketinggian dengan jarak empat meter tanpa menempel pada temboknya yang asli, adapun jarak yang tersisa –dari tembok yang bermarmer sampai atap (5 meter)– ditutupi oleh kain ka’bah berwarna hijau tertulis diatas kain tersebut dengan tinta perak ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia dan memanjang hingga menutupi atap Ka’bah. Sebagaimana terdapat potongan marmer satu buah berwarna gelap yang menandai tempat sujud Rasulullah. Dan terdapat potongan yang mirip dengan marmer tadi di tempat Multazam dimana Rasulullah SAW menempelkan perutnya yang mulia dan pipinya yang kanan ditembok dalam keadaan mengangkat tangannya dan menangis (oleh karena inilah dinamakan dengan multazam).
 
Ketiga: Terdapat tiga tiang dibagian tengah dari kayu yang dipahat dengan keahlian untuk menyangga atap dengan ketinggian sekitar sembilan meter yang dihiasi dengan hiasan emas.
 
Keempat: Beberapa lentera yang digantungkan terbuat dari tembaga dan perak serta kaca yang diukir dengan ayat-ayat al-Qur’an peninggalan Khilafah Utsmaniah.
 
Kelima: Tangga yang menghubungkan hingga keatap ka’bah dibuat dari Alumunium dan kristal.
 
Keenam: Kumpulan potongan marmer yang dikumpulkan dari setiap zaman dari zaman-zaman mereka yang melaksanakan perluasan masjidil haram yang mulia.
 
Pada saat ini diletakkan peralatan tangga mesin (man lift) untuk para petugas kebersihan didalam ka’bah dengan pompa air tekanan tinggi untuk mencampur air dengan bahan-bahan pembersih.
Ka’bah Al-Musyarrafah dicuci dari dalam sekali dalam setahun, pertama dengan air dan sabun kemudian setelah itu tembok bagian dalam dan lantainya di usap dengan minyak wangi dengan segala macamnya (kasturi, minyak ambar, kayu gaharu) dan setelah itu diberi dupa.
 
Semoga Allah memberi rezeki kepada kami dan kalian untuk mengunjungi ka’bah yang mulia.
 
Sumber : Alqiyamah.wordpress

Kamis, 16 Mei 2013

Keutamaan Perhiasan Terindah ... ehhh ... Wanita Sholeh

Posted by Unknown | 5/16/2013 08:07:00 AM Categories: ,
soleh n soleha

Keutamaan
wanita shalihah.

Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)

398085_313464978694834_100000940020622_906377_650129530_n

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

Empat hal tersebut merupakan faktor penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)

7884779840_e36b0cbf8d_z

Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar.

Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
73790_106088082794204_100001790389357_53033_4184785_n

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya
memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.
—————————————
1 Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
2 Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
3 Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
4 Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6 Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
7 Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi, bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah, Judul : Istri Shalihah, Keutamaan dan Sifat-Sifatnya

Via : Muhammad Chandra blog's.
Sudah Membaca Al-Qur'an hari ini? Sudah Shalat Wajib pada waktunya ?