Jakarta, kian hari kian terasa panasnya. Mau musim duren, musim rambutan hingga musim pilkadal, tetap terasa panasnya. Penyebab panasnya ini banyak, cuma intinya yang mencakup segalanya hanya satu. Simak ini:
Karyo: "Kenapa Jakarta semakin panas saja?"
Doel: "Karena Matahari buka cabang di mana-mana."
Simple-nya begitu. Ngompreng-ngom...preng, tadinya saya mau menulis status ini dengan bahasa Betawi, tapi sepertinya tidak menarik. Ya sudah, pakai bahasa umum diketahui saja. Tiba-tiba Mas Karyo menyanggah:
"Memangnya Betawi punya bahasa?" dilanjutkan dengan juluran lidah tanda mengejek.
Ini dia. Ketidaktahuan akan suatu hal bukanlah dalil penafian akan hal tersebut. Bahasa Betawi adalah bahasanya orang Betawi. Betawi juga punya bahasa, meskipun 11-15 dengan bahasa Melayu. Tapi, toh Betawi juga punya karakteristik tersendiri dalam berkomunikasi verbal. Seperti juga orang Sunda, Jawa dan orangutan. Mereka semua punya bahasa, bukan?
Jika dikatakan, "Hah, bahasa Betawi itu ndak ada. Yang ada malah Bahasa Indonesia."
Tanggapan, "Nah, lagi-lagi kan, kejahilan dipelihara? Kalau menafikan eksistensi bahasa Betawi dan menghidupkan Bahasa Indonesia, maka saya juga bisa mengatakan, "Bahasa Jawa itu ga ada, yang ada malah bahasa Sanskerta, bahasanya orang kafir. Hayo kowe?""
Bahasa Betawi itu aturannya maklum dan masyhur bagi orang Betawi asli, namun majhul dan ma'duum bagi orang non-Betawi, lebih-lebih bagi orang Jawa yang datang dari desonya dengan keculunan tingkat nasional itu. Tapi, ngakaknya, biar mereka biasanya bermuka culun di awal dan berbahasa ndeso, beberapa tahun kemudian mereka malah menguasai tanah Betawi. Yang Betawi, yang tadinya gagah, bisa menggertak dan bawa senjata daerah ke mana-mana, eeeh...melongo ketika diiming-imingi duit. Apalagi kalau buat pergi haji.
Sebenarnya ada 3 PRINSIP yang ditaati secara umum oleh etnis Betawi sedari jaman dulu. Ketiganya adalah:
[1] Bisa Ngaji
[2] Bisa Beladiri
[3] Bisa Pergi Haji
Orang-orang Betawi angkatan lama prinsip hidupnya begitu. Terasas dari 3 hal di atas. Kalau Anda tidak percaya, tanyakan saja pada orang Madura, pasti mereka tidak tahu. Heheh.
[1] Bisa Ngaji, dalam artian, belajar ilmu agama. Orang Betawi tempoe doeloe memang punya keteguhan dalam masalah agama. Mereka belajar shalat, baca Al-Qur'an dan sebagainya. Ya mirip dengan kaum santri Jawa, namun keumuman orang Betawi soal ilmu agama lebih banyak dibanding Jawa. Jawa masih banyak kaum priyayi dan bahkan santrinya pun ketat dalam urusan tradisi. Kalau Betawi lebih terbuka soal tradisi dibanding Jawa. Andai orang-orang Betawi ga terbuka dan bisa diajak kompromi, Jakarta ga serame sekarang, lho.
[2] Bisa Beladiri. Beladiri ini ditekankan untuk membela diri, bukan untuk menyerang. Dan yang harus dibela bukan hanya diri sendiri saja, melainkan juga orang lain yang memerlukan pertolongan. Konon beladiri dulu mutlak diperlukan untuk pergi haji. Babeh-babeh yang mau pergi haji, harus bisa membela diri dulu. Karena waktu dulu, katanya, dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah atau sebaliknya sering diganggu oleh perampok di tengah jalan. Kalau sekarang, you know lah...sebaliknya...kita yang mengganggu. Heheh.
[3] Bisa Pergi Haji. Pelaksanaan prinsip ini, pertama-tama dilakukan dengan rajin bekerja, mengumpulkan uang, yang didapat sedikit demi sedikit lalu dicelengin (ditabung). Celengan adalah babian, karena celeng itu babi. Mungkin asalnya celengan berbentuk babi, dengan motivasi calon gemuk, berisi dan hasilnya bisa dimakan. Tapi, sekarang celengan sudah tidak selaku dulu lagi; karena sekarang zamannya beli pulsa. Jadi, daripada disimpan di celengan, mending duitnya dititipkan di counter terdekat. Orang Betawi yang pergi haji rata-rata adalah orang-orang giat dan sukses. Ehm, sebenarnya yang masyhur dari Betawi itu: mereka cules pemales. Cuma, ya memang begitulah orang....kadang ga mau mengakui kejelekannya sendiri. Kalau karakter Betawi mirip Jawa: giat, ulet, gigih dan tekun, saya yakin sekarang Betawi yang berkuasa di Jakarta. Dan mereka bisa langgeng pergi haji semua.
LOGAT BETAWI
Logat itu berasal dari bahasa Arab: Lughah. Lughah artinya 'bahasa'. Bahasa pun berasal dari bahasa Arab: Bahatsa. Hhhhh....
Logat adalah dialek. Secara umum, logat Betawi terbagi menjadi 4 disesuaikan dengan daerah tertuturnya logat tersebut:
[1] Logat Petamburan dan Tanah Abang (Tenabang).
[2] Logat Jatinegara, Kemayoran dan Kebon Sirih.
[3] Logat Karet dan Kuningan.
[4] Logat pinggiran, seperti Logat Tangerang, Ciputat, Gandaria, Bekasi, dll.
Tiap-tiap logat di atas ada kekhasanannya sendiri, terutama dalam permasalahan huruf E.
Sebenarnya, dari semua bahasa daerah di Indonesia, bahasa yang paling umum dan berpengaruh pada masyarakat Indonesia secara merata adalah bahasa Betawi. Namun, orang-orang non-Betawi (terlebih orang Jawa yang rata-rata ndeso itu) tidak mau mengakui bahwa bahasa Betawi itu ada.
Kadang, orang Jawa yang sedang numpang hidup di Jakarta bilang begini:
"Orang Betawi itu aneh. Mereka bilang ke saya, "Ente dari Jawa?" Ya saya jawab, "Memangnya Jakarta bukan di Jawa?""
Tapi, harusnya orang Jawa juga mengaca diri. Orang Betawi bilang gini:
"Orang Jawa pade-pade muke gile. Dikate kita ga punye bahase. Lha, die ngomong pake kosakate 'pale', 'nyante', 'macet', dikire bahase siape?!"
Orang Jawa ngotot, "Lho, bukan gitu, Pak Haji. Pale itu kepala. Nyantai itu juga Santai. Kepala dan Santai yo bahasa Indonesia, bukan bahasa Betawi."
"Eh, ni bocah, lagake kayak paling tau aje. Loe kire mane duluan: bahasa Betawi ape bahasa Indonesia? Loe kire jaman Belande ude ade bahasa resmi Indonesia?!"
Mas Karyo ampun-ampun. "Iya, Mak Nyak. Mohon mangap sebesar-besarnya." Lalu ia melirik ke Atun, yang tampak semakin gendut karena sebal melihat ketekakan Mas Karyo; sebagaimana sebagian orang Jawa yang tekak. Apa arti Tekak? Bahasa mana itu? Hehe.
Dilanjutkan kapan-kapan lah... Capek juga ngomongin orang Betawi. Ga ada abise, tapi tanah-tanah Betawi makin abis. Buat ape kire-kire?
"Buat Pegi Ajiiiii!"
Sumber : Catatan Hasan Al-Jaizy
0 comments :
Posting Komentar