(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.(UUD 1945 pasal 31 Ayat 1 dan 2)
Ayat pertama dan kedua pasal 31 UUD 1945 dapat
dikatakan belum cukup berhasil, indikatornya dapat dilihat Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) tahun 2012 menempati urutan ke-121 dari 187 negara dengan skor
0,624 (UNDP, 2013). Posisi tersebut belum dikatakan cukup menggembirakan,
padahal pendidikan merupakan salah satu indikator penting dalam majunya
peradaban suatu bangsa, bahkan fungsinya kini menjadi suatu investasi jangka
panjang. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa.
Pendidikan berkorelasi dengan produktivitas masyarakat, semakin tinggi
pendidikan maka semakin tinggi pula produktivitasnya, yang pada akhirnya akan
meningkatkan output perekonomian.
Terkait pendidikan,
kegiatan utamaya meliputi membaca dan menulis. Secara spesifik, dalam aktivitas
menulis, jumlah publikasi hasil penelitian Indonesia pada 1996-2008 lebih rendah
dibandingkan negara-negara Asia (Kompas, 9 Desember 2010). Kemudian, indikator
lain dapat dilihat dari publikasi ilmiah yang diterbitkan oleh tiap universitas
di dunia. Jumlah publikasi universitas yang ada di Indonesia masih terbilang
rendah (Webometrics, 2013). Dampak negatifnya, minat terhadap penelitian juga
rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peneliti di Indonesia yang sangat
minim (OECD, 2012).
Agar budaya menulis dapat
berkembang, tentu saja harus diawali dan didukung dengan banyak membaca.
Kemampuan dalam membaca dan menyerap bacaan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan menulis seseorang. Oleh karena itu, langkah awal yang dapat diupayakan
adalah meningkatkan minat baca. Agar minat baca dapat tumbuh, tentu harus
dilakukan sejak dini dan infrastruktur yang menunjang, misalnya perpustakaan.
Dalam promosi perpustakaan, saya membagi kelompok pengguna perpustakaan menjadi
empat golongan, yaitu:
Gambar 1.
Klasifikasi Pengguna Perpustakaan
Tujuan dari klasifikasi
pengguna perpustakaan yaitu agar penulis dapat diberdayakan, dalam artian
menentukan subjek mana yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan minat membaca
dan menulis. Saya menganalogikan keempat golongan tersebut dengan anak tangga
untuk menggambarkan secara garis besar berdasarkan komposisi jumlah pengguna
atau pengunjung perpustakaan.
Minat baca yang rendah
memang bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, tapi bukan menjadi
solusi yang tepat jika kita hanya ”percaya” pada media 100% bahwa memang minat
baca rendah. Solusinya, diperlukan sinergitas semua elemen untuk menciptakan
masyarakat yang gemar membaca yang dapat dimulai dari tingkat individu. Berikut
ini penulis akan mencoba memaparkan kendala yang terdapat pada promosi
perpustakaan dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat.
- Kelompok pecinta buku Untuk kelompok ini rasanya tidak perlu “disadarkan” betapa pentingnya membaca buku, mereka pasti sudah menyadari apa yang mereka lakukan tersebut secara sadar dan berkesinambungan. Kelompok pecinta buku bukan berarti harus akademisi, siapapun bisa saja sangat mencintai buku namun dalam membaca orang tersebut melakukan spesialisasi bacaannya sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya. Kendala yang terdapat pada kelompok ini hanya image luar yang menganggap diri mereka dan perpus sebagai sesuatu yang “kuper”, sehingga seolah-olah pecinta buku memiliki dunia tersendiri.
- Kelompok masyarakat umum. Kendala terbesar yang terdapat pada kelompok ini yaitu masalah subsitusi vs komplementer, maksudnya dalam hal fungsi dan peranan buku jika dibandingkan dengan internet. Banyak masyarakat yang lebih menggunakan internet pada era “melek teknologi” sekarang ini dan mulai meninggalkan buku. Mereka berpikir kalau harga buku mahal dan internet bisa lebih cepat memperoleh informasi, mudah diakses, dan bisa mendapatkan apapun. Tetapi masyarakat harus menyadari, keduanya tidak harus di subsitusi, ada keunggulan dan kelemahan dari masing-masing media tersebut, jadikanlah buku dan internet sebagai garpu dan sendok (fungsi komplementer) yang menunjang dalam mencari referensi.
- Kelompok civitas akademika. Civitas akademika tidak termasuk ke dalam kelompok pecinta buku karena tidak semua orang dalam kelompok ini benar-benar mencintai buku, ada sebagian besar dari mereka yang “terpaksa” berhubungan dengan buku sehingga hasilnya tidak akan maksimal. Kendala yang menimpa kelompok ini biasanya terdapat pada jumlah dan jenis koleksi yang ada dan kurang up to date sehingga pengguna tidak bisa mendapatkan apa yang dicari. Diharapkan untuk masyarakat kelas atas bisa peduli dengan perpustakaan dan kemajuan dunia pendidikan dengan mengalokasikan budget-nya untuk menyumbang buku ke perpustakaan.
- Kelompok masyarakat anti buku. Dari keempat golongan, kelompok anti buku lah yang paling sulit untuk diajak dapat “membaca” karena memang mereka lebih tidak memiliki cukup waktu untuk membaca karena harus mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka. Secara otomatis bisa dipastikan mereka jarang berkunjung ke perpustakaan, selain itu memang agak sulit dan masih dicari format yang tepat untuk mensosialisaskan buku kepada mereka. Menurut saya sebagian dari mereka memang harusnya tidak diberdayakan untuk membaca melainkan diberikan skill, dengan cara itu dalam jangka panjang mereka pasti akan membaca, walaupun nantinya mereka tetap tidak mau membaca itu bukan menjadi masalah yang besar karena mereka sudah memiliki keterampilan dan tidak menjadi beban masyarakat dan negara.
Program Pemberdayaan Kompetensi Penulis
Pemberdayaan minat membaca
dan menulis, sebaiknya ditujukan kepada subjek yang tepat, dalam hal ini bukan
kepada mereka yang anti terhadap buku. Strategi yang dapat ditempuh, antara
lain:
- Meningkatkan minat baca sejak dini. Minat baca harus mulai dibiasakan sejak dini, karena pada usia anak-anak (2 s.d 6 tahun), kecenderungan perilakunya mudah meniru dan mampu menyerap informasi. Jika kita menanamkan kebiasaan membaca, mereka akan terbiasa untuk melakukan aktivitas tersebut dalam hidupnya. Dalam jangka panjang, diharapkan mereka akan menjadi kelompok pecinta buku yang cinta membaca dan dapat menulis dengan baik.
- Membuat Program Bengkel Penulisan. Program ini ditujukan untuk umum bagi mereka yang ingin belajar bagaimana menulis dengan baik dan benar. Selain itu komunitas dalam program ini dapat melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahasa gaul yang dapat merusak bahasa Indonesia.
- Mengembangkan duta baca ketingkat nasional. Saat ini program pemilihan duta baca hanya ada pada lingkup DKI Jakarta. Dengan mengembangkan program tersebut ke tingkat nasional, diharapkan dapat menstimuli daerah lainnya agar termotivasi untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan minat baca dan menulis. Diharapkan, dalam jangka panjang para duta baca di tiap daerah dapat menyebarkan virus cinta membaca.
- Membuat acara televisi. Melalui acara televisi, penyebaran minat baca ke masyarakat akan lebih efesien. Mengingat target utama adalah anak-anak dan remaja, maka konsep acara yang dikemas secara ringan. Format yang saya tawarkan antara lain: (1) bedah buku; (2) membuat event kompetisi seputar pendidikan dalam bentuk quiz; dan (3) mempresentasikan karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, dll) di televisi.
- Bagi masyarakat yang tidak suka membaca dan tidak mau pernah membaca, mungkin dapat diatasi dengan program pemberdayaan kecakapan hidup (life skill) melalui pelatihan-pelatihan keterampilan agar tidak menjadi beban dalam perekonomian.
Marilah mulai saat ini kita biasakan diri untuk membaca dan memberdayakan perpustakaan. Berangkat dari pemikiran tersebut, secara perlahan kemampuan menulis secara kolektif juga dapat dikembangkan. Kita juga perlu ingat satu hal, jangan pernah menyalahkan keadaan yang terjadi sekarang, jangan menyalahkan minat baca yang rendah karena anggaran dan fasilitas yang terbatas tetapi justru dari kondisi inilah yang harus membuat kita lebih berpikir dan kreatif lagi untuk menyikapi keadaan menuju keadaan yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. (2013). Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45. Diakses pada 13 Mei
2013.
Kompas. (2010, 9
Desember). Publikasi Penelitian Rendah. http://edukasi.kompas.com/
read/2010/12/09/04373157/Publikasi.Penelitian.Rendah. Diakses pada 13 Mei
2013.
OECD. (2012). Gross
Domestic Ependiture on R&D As a Percentage of GDP. ISSN
2075-843X.
United Nations Development
Programme (2013). 2013 Human Development Report.
Webometrics. (2013).
Rankings Web of Universities. http://www.webometrics.info/en/world. Diakses pada 13
Mei 2013.
Via : D.Arfiansyah Blog
0 comments :
Posting Komentar