SEMUT. Pasti kita sering melihat semut, binatang yang sangat kecil itu.
Apalagi kalau digigit oleh semut, pasti gigitannya terasa sangat sakit di tubuh
kita, bukan? Meskipun dia bertubuh kecil, tapi Allah jadikan bangsa semut ini
berguna untuk makhluk lainnya. “Keseimbangan ekologi” yang Allah ciptakan dapat
membuat kehidupan saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain. Yuk, lebih
lanjut kita pelajari kehidupan semut…
Semut-semut ini memanjat pohon, melindungi pohon dari ulat penyerang pohon
yang suka memakan pohon dan daun. Allah menjadikan koloni semut suka memakan
ulat.
Di dalam kantung tumbuhan yang diberi nama “kantong-semar“ Nepenthes
bicalcarata yang hidup di sebelah India Timur, hiduplah koloni semut. Tumbuhan
ini bentuknya seperti teko dan memangsa serangga yang menghinggapinya. Meskipun
demikian, semut bebas bergerak dan mengambil sisa-sisa serangga dan bahan
makanan lainnya dari tumbuhan ini.
Kerja sama ini menguntungkan kedua belah pihak, semut dan tumbuhan. Meski
semut mungkin saja dimakan oleh Nepenthes, namun mereka dapat membangun sarang
pada tumbuhan ini. Sang tumbuhan juga menyisakan jaringan tertentu dan sisa-sisa
serangga untuk semut. Sebagai balasannya, semut melindungi tumbuhan dari
musuhnya.
Begitulah contoh hubungan kehidupan antara tumbuhan dan semut. Bentuk anatomi
dan fisiologi semut dan tumbuhan inangnya telah dirancang sedemikian rupa untuk
memudahkan hubungan timbal balik antara keduanya. Meskipun para pembela teori
evolusi menyatakan bahwa hubungan antarjenis makhluk hidup ini berkembang secara
berangsur-angsur selama jutaan tahun, tetapi tentu saja pernyataan yang
mengatakan bahwa dua makhluk yang tidak memiliki kecerdasan ini dapat sepakat
merencanakan suatu sistem yang menguntungkan kedua belah pihak tidaklah masuk
akal. Lalu, apa yang menyebabkan semut hidup pada tumbuhan?
Ternyata, semut cenderung tinggal pada tumbuhan karena adanya cairan bernama
“nektar tersisa” yang dikeluarkan tumbuhan. Cairan nektar ini merupakan daya
tarik bagi semut untuk mendatangi tumbuhan. Banyak spesies tumbuhan yang
terbukti mengeluarkan cairan ini pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pohon ceri
hitam menghasilkan cairan ini hanya tiga minggu dalam setahun. Tentu pengeluaran
cairan pada waktu ini bukan kebetulan karena waktu tiga minggu tersebut
bertepatan dengan waktu sejenis ulat menyerang pohon ceri hitam. Semut yang
tertarik pada nektar dapat membunuh ulat ini serta melindungi tumbuhan.
Hanya dengan menggunakan akal sehat, kita dapat melihat bahwa hal ini adalah
bukti hasil penciptaan. Akal sehat tidak mungkin bisa menerima bahwa pohon ini
dapat memperhitungkan kapan bahaya akan menyerang lalu memutuskan bahwa cara
terbaik untuk melindungi dirinya adalah dengan cara menarik perhatian semut
serta mengubah struktur kimianya. Pohon ceri tidak punya otak. Oleh karena itu,
ia tidak dapat berpikir, memperhitungkan, maupun mengubah campuran kimianya.
Bila kita menganggap bahwa cara cerdas ini adalah sifat yang diperoleh dari
suatu kebetulan, yaitu dasar berpikir evolusi, tentu ini tidaklah masuk akal.
Jelas sekali bahwa pohon ini telah melakukan sesuatu yang didasarkan pada
kecerdasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa
sifat tumbuhan ini telah terbentuk karena adanya sebuah Kehendak yang telah
menciptakannya. Bila kita merujuk pada segala bentuk pengaturan yang dibuat-Nya,
jelas sekali bahwa Dia tidak hanya berkuasa atas pohon, tetapi juga atas semut
dan ulat. Jika penelitian dilakukan lebih jauh lagi, tentunya dapat diketahui
bahwa Dia berkuasa atas semesta alam dan telah mengatur setiap bagian alam
secara terpisah namun serasi dan selaras sehingga membentuk sebuah rangkaian
sempurna yang kita kenal sebagai “keseimbangan ekologi”. Bila kita berpikir
lebih jauh dan meneliti bidang-bidang lain, seperti geologi dan astronomi, kita
akan sampai pada gambaran yang serupa. Ke mana pun kita melangkah, kita akan
menyaksikan berjuta sistem yang berfungsi dengan selaras dan teratur sempurna.
Semua sistem ini menunjukkan keberadaan Sang Pengatur. Meskipun demikian, tidak
satu pun unsur pembentuk alam ini yang mampu berfungsi sebagai Sang Pengatur
itu. Oleh karena itu, Sang Pengatur haruslah Dia Yang Maha Tahu dan Maha kuasa
atas alam semesta. Al- Qur’an menggambarkan Sang Penguasa sebagai berikut:
“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang
Mempunyai Nama-Nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada di langit
dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Al-Hasyr,
59:24) Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Allahu akbar walillahil hamd…
0 comments :
Posting Komentar