Rabu, 26 Juni 2013

Ahlus Sunnah-Syi’ah adalah Sebuah Impian Konyol !

Posted by Unknown | 6/26/2013 12:49:00 PM Categories: ,


Tergelitik membaca artikel “Jangan Mencela Syiah! Jangan Mencela Ahmadiyah! Jangan Mencela Sunni! Jangan Mencela Agama Manapun!” oleh seorang kompasianer bernama “Anindya”. Dan kemudian ingin menyiram pluralisme di wadah ini.
Penulis berusaha mencaplok slogan ‘tidak boleh mencela.’ Tertarik membaca artikel al-Ustadz Abdul Qodir, beliau menulis:

Para ulama’ salaf, ahlis sunnah wal jama’ah sejak dulu memiliki perhatian tinggi dalam mengingatkan bahaya bid’ah dan pelakunya (ahli bid’ah) dan mereka tidak menganggap bahwa membicarakan bahaya dan penyimpangan mereka sebagai ghibah. Karenanya tak ada kitab aqidahpun kecuali mengingatkan bahaya bid’ah dan pelakunya. Orang yang mau mengunjungi perpustakaan Islam , akan menemukan kitab-kitab yang sangat banyak ditulis oleh para ulama’ ahlis sunnah wal jama’ah-secara khusus tentang bid’ah dan pelakunya- di berbagai tempat dan zaman.

Diantara kitab-kitab tersebut: seperti kitab Ar-Rodd ala Az-Zanadiqoh wa Al-Jahmiyyah karya Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Ar-Rodd ala Man Yaqul Al-Qur’an Makhluq karya Ahmad bin Sulaiman An-Najjad, Ar-Rodd ala Bisyr Al-Marisy karya Imam Ad-Darimi, Al-Haidah karya Abdul Aziz Al-Kinany, Al-Bida’ wa An-Nahyu Anha karya Ibnu Wadhdhoh, Al-Hawadits wa Al-Bida’ karya Abu Bakr Ath-Thurthusyi, Al-Ba’its ala Inkar Al-Bida’ wa Al-Hawadits karya Abu Syamah Al-Maqdisy, Al-Madkhol karya Ibnul Hajj, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzy, Al-I’tishom karya Asy-Syathibi, Minhaj As-sunnah, Ar-Rodd ala Al-Akhna’i & Ar-Rodd ala Al-Bakry karya Syaikul Islam, Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah ala Ghozwi Al-Mu’aththilah wa Al-Jahmiyyah karya Ibnul Qoyyim, Al-’Awashim mimmah fi Kutub Sayyid Qutb min Al-Qowashim karya Syaikh Robi’ –hafizhohumullah-, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Memberikan peringatan sesatnya suatu kelompok , baik dalam bentuk ceramah, maupun tulisan, itu bukanlah ghibah yang diharamkan. Boleh menyebutkan kesesatan seseorang, dan penyimpangannya di depan orang banyak, jika kemaslahatan menuntut hal itu.

Ibrahim An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata, “Tak ada ghibah bagi pelaku bid’ah (ajaran baru)”. [Lihat Sunan Ad-Darimiy (394)]

Muhammad bin Bundar As-Sabbak Al-Jurjaniy -rahimahullah- berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Sungguh amat berat aku bilang, “si fulan orangnya lemah, si fulan pendusta”. Imam Ahmad berkata, “Jika kau diam, dan aku juga diam, maka siapakah yang akan memberitahukan seorang yang jahil bahwa ini yang benar, dan ini yang sakit (salah)”. [Lihat Thobaqot Al-Hanabilah (1/287)]

Dari sini kita melihat para ulama kita, ada yang menulis khusus membahas bid’ah, ada yang khusus membantah pelaku bid’ah secara umum maupun khusus dengan menyebutkan nama atau kelompoknya. Jadi, jangan heran jika ada ulama kita pada hari ini membantah pelaku bid’ah dengan menyebut namanya, apalagi sampai menyatakan itu tak ada contohnya dari para ulama kita.

Perlu diketahui bahwa para ulama’ kita menulis kitab tentang bid’ah dan bahaya pelakunya serta bantahannya, bukanlah atas dasar dengki dan benci kepada orang. Akan tetapi semua itu mereka lakukan atas dasar membela sunnah dan syari’at Islam dari tangan ahli bid’ah. Bukan seperti yang dikatakan oleh sebagian orang-orang tak berilmu.”
Ini starting point buat beliau dan teman-teman yang tidak boleh menyatakan sesuatu itu “salah” pada sebuah pemahaman.

Kalimat kedua dari penulis “Syiah dan Sunni, keduanya dibentuk melalui pemikiran-pemikiran luar biasa para imam dan ulama-ulama terkemuka“. Kembali hal ini dikritik oleh al-Ustadz Abdul Qodir dengan kemiripan saat membantah buku Mungkinkah Syiah dan Sunni Bergandengan Tangan? Tulis beliau:
“seorang teman menyodorkan kepada kami sebuah buku yang berukuran sedang, dengan judul “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”, cetakan penerbit Syi’ah, yakni Lentera Hati, 1428 H.

Konon kabarnya buku ini telah dibedah oleh Penulisnya sendiri di UNHAS, Makassar, Sulsel, pada tanggal 26 Oktober 2009 M. Acara tersebut banyak dihadiri oleh mahasiswa awam tentang Islam sehingga dikhawatirkan mereka terpengaruh dengan paham syi’ah melalui usaha pendekatan (baca: sinkritisme) antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah.

Penulis buku itu menggambarkan bahwa perselisihan antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah, hanyalah sebatas perbedaan pemahaman sebagaimana yang pernah terjadi antara Al-Imam Malik dengan Al-Imam Asy-Syafi’iy, atau Al-Imam Asy-Syafi’iy dengan Ahmad bin Hanbal. Sehingga menurut Penulis itu bahwa perkara seperti ini tak perlu kita permasalahkan. Tapi menurut akalnya yang pendek bahwa semestinya Ahlus Sunnah dan Syi’ah melakukan usaha taqrib (pendekatan) agar dapat mengakhiri khilaf dan perseteruan. Taqrib ini -menurutnya- adalah sebuah ajakan yang dikumandangkan adalah persatuan umat dalam arti membiarkan madzhab-madzhab Islam yang ada tumbuh berkembang, sambil melakukan taqrib (pendekatan). [Lihat Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (hal. 259)]

Usaha taqrib yang diserukan Penulis itu merupakan sebuah impian konyol, sebab ia merupakan sebuah sinkritisme ajaran yang akan mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Karena itu, seorang ulama Ahlus Sunnah, Syaikh Abdullah Al-Maushiliy, seusai membongkar aqidah dan keyakinan Syi’ah yang berisi kekafiran dari buku-buku rujukan Syi’ah yang klasik maupun kontemperer, maka beliau mengakhiri risalahnya seraya berkata, “Sesungguhnya pendekatan Sunnah-Syi’ah adalah perkara yang mustahil, sebab bagaimana bisa mengkompromikan (menggabungkan) antara yang haq dan batil, kekafiran dan keimanan, cahaya dan kegelapan. Bukanlah ajakan Syi’ah (yakni, ajakan pendekatan) yang mereka serukan, melainkan salah satu usaha untuk meninabobokkan, dan menutupi rencana-rencana jahat orang Syi’ah”. [Lihat Haqiqoh Asy-Syi'ah Hatta Laa Nankhodi' (hal. 218), karya Syaikh Abdullah Al-Maushiliy, cet. Darul Iman]

Allah -Ta’ala- berfirman,
“Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir), atau adakah kalian (berbuat demikian). Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al-Qolam : 35-36)

Para ulama kita dari zaman ke zaman memiliki semangat untuk senantiasa melakukan usaha penyatuan umat di atas al-haq. Tapi ternyata ketika mereka berhadapan dengan orang-orang Syi’ah, maka mereka tidak mendapatkan jalan untuk usaha penyatuan ini, sebab akan menimbulkan kerancuan diantara kaum muslimin. Bahkan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari generasi ke generasi terus melakukan pengingkaran terhadap orang-orang Syi’ah yang memiliki prinsip agama yang menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa perselisihan kita dengan orang-orang Syi’ah bukanlah sebatas perbedan pemahaman fikih saja, sebagaimana yang terjadi antara Al-Imam Malik dan Asy-Syafi’iy. Bahkan perbedaan kita dengan mereka dalam perkara prinsipil dan dasar agama. Lihat saja, orang Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kita masih kurang dan telah mengalami penyelewengan, mereka mengkafirkan semua sahabat (selain bilangan jari saja), mereka tak mengakui kekhilafahan Abu Bakr, Umar, Utsman, Muawiyyah dan lainnya. Selain itu, orang-orang Syi’ah meyakini ma’shumnya imam-imam mereka, meyakini aqidah roj’ah (reinkarnasi), mereka menghalalkan nikah muth’ah (baca: zina kontrak) yang telah diharamkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai akhir zaman. Orang Syi’ah juga suka mencela para Imam yang Empat, Al-Bukhoriy, Muslim dan lainnya. Jika anda mau membaca perbedaan dan penyimpangan mereka yang prinsipil ini, anda bisa membaca kitab Al-Khuthuth Al-Aridhoh (hal. 5-39), karya Muhibbuddin Al-Khothib, Al-Intishor li Ash-Shohbi wal Aal min Iftiro’at As-Samawiy Adh-Dhool (hal. 38-79) karya Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhailiy –hafizhohullah-, dan Haqiqoh Asy-Syi’ah oleh Syaikh Abdullah Al-Maushiliy.

¾ Bahaya Syi’ah-Rofidhoh

Akibat perbuatan kafir yang dilakoni oleh orang-orang Syi’ah-Rofidhoh, maka para ulama kita memberikan peringatan keras atas hal itu. Kali ini ada baiknya kami nukilkan sebagian komentar para ulama kita yang mengingatkan bahaya mereka.

Para ulama salaf dahulu mengingatkan bahayanya orang-orang Syi’ah alias Rofidhoh alias Ja’fariyyah, karena mereka memiliki aqidah yang menyimpang, bahkan aqidah kafir yang membuat mereka murtad dari Islam, lalu membuat agama baru yang dikenal dengan agama Syi’ah-Rofidhoh.

Oleh karenanya, Seorang ulama Tabi’in, Tholhah bin Mushorrif Al-Hamdaniy (wft 112 H) -rahimahullah- berkata, “Orang-orang Rofidhoh (nama lain bagi Syi’ah), wanita-wanita mereka tak boleh dinikahi, sembelihan mereka tidak boleh dimakan, karena mereka adalah orang-orang yang murtad”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah Ash-Shughro (hal. 161)]

Murid Abu Hanifah, Abu Yusuf -rahimahullah- berkata, “Saya tak mau sholat di belakang seorang Jahmiyyah (sekte sesat yang kafir), dan orang Rofidhoh, serta orang Qodariyyah (Pengingkar taqdir)”. [HR. Al-Laalikaa'iy dalam Syarh Ushul Al-I'tiqod (4/733)]

Aqidah mereka yang kafir terkadang mereka sembunyikan. Tak heran jika para salaf juga mencela orang Syi’ah dari sisi kedustaan, sebab di hadapan kita ia mengaku tak memiliki aqidah yang kafir, tapi ternyata mereka memilikinya. Namun mereka tak menampakkannya seperti yang dilakukan oleh kaum munafiq di zaman kenabian. Oleh karenanya, kita heran terhadap Penulis buku “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” saat ia banyak menukil ucapan-ucapan orang-orang Syi’ah yang suka berdusta, lalu Penulis itu berbaik sangka kepada mereka.

Karena sukanya mereka berdusta, Al-Imam Malik bin Anas (wft 179 H) -rahimahullah- menghukumi mereka saat beliau berkata, “Janganlah engkau mengajak mereka berbicara, dan jangan meriwayatkan hadits dari mereka, sebab mereka akan berdusta”. [Lihat Minhaj As-Sunnah (1/61)]

Al-Imam Asy-Syafi’iy -rahimahullah- memberikan kesimpulan dan tanggapan terhadap orang-orang Rofidhoh, “Aku tak pernah melihat seorang dari kalangan ahli bid’ah yang lebih pendusta dalam hal pengakuan dan tidak pula lebih suka bersaksi dusta dibandingkan orang-orang Rofidhoh”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah Al-Kubro (2/545), dan Al-Laalikaa'iy dalam Syarh Ushul Al-I'tiqod (8/1457) ]

Para ulama kita telah membantah pernyataan-pernyataan orang Syi’ah-Rofidhoh untuk menampakkan kelemahan hujjah mereka, dan bodohnya mereka tentang agama Islam yang pernah dibawa oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Imam Ahlus Sunnah, Al-Qosim bin Sallam Al-Baghdadiy (wft 224 H) -rahimahullah- berkata, “Aku telah bergaul dengan manusia, berbicara dengan ahli kalam, dan lainnya. Maka aku tak pernah melihat ada yang lebih kotor, lebih jorok, lebih lemah hujjahnya, dan lebih bodoh dibandingkan orang-orang Rofidhoh”. [HR. Al-Khollal dalam As-Sunnah (1/499)]

¾ Penyimpangan Orang-orang Syi’ah-Rofidhoh

Mungkin diantara Pembaca yang mulia penasaran untuk mengetahui secuil penyimpangan besar kaum Syi’ah-Rofidhoh yang kini mulai merambah di dunia kampus dan pemerintahan.
Orang Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kita masih kurang dan telah mengalami penyelewengan.

Aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an diyakini oleh para pendahulu dan orang-orang belakangan diantara mereka. Bukan seperti yang dikatakan secara dusta oleh orang-orang Rofidhoh pada zaman ini bahwa aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an tak ada dalam agama Rofidhoh-Syi’ah.

Seorang pembesar Rofidhoh, Muhammad bin Hasan Ash-Shoffar telah meriwayatkan dari Abu Ja’far Ash-Shodiq berkata, “Tak ada seorangpun yang menyatakan ia telah mengumpulkan semua Al-Qur’an sebagaimana Allah turunkan, kecuali dia itu pendusta. Tak ada yang mengumpulkan dan menghafalnya sebagaimana ia diturunkan selain Ali bin Abi Tholib dan para Imam setelahnya”.[Lihat Basho'ir Ad-Darojat (hal.213) oleh Ash-Shoffar]

Seorang Imam mereka Ali bin Ibrahim Al-Qummy mengada pengubahan letak kata-kata dalam sebuah ayat dengan alasan bahwa Al-Qur’an yang ada telah mengalami perubahan. [Lihat Badzlul Majhud (1/389-391) karya Syaikh Al-Jumaily]

Al-Kulainy (328 H), salah seorang pembesar Rofidhoh meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr, ia berkata, “Abul Hasan menyodorkan kepadaku sebuah mushaf, seraya berkata, [Kamu jangan melihat di dalamnya]. Lalu saya pun membuka dan membaca di dalamnya terdapat:.

óOs9 Ç`ä3tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx.

Lalu aku jumpai disitu ada 70 nama orang-orang Quraisy, dengan nama mereka dan nama bapak-bapaknya. (Ahmad) berkata, ” Lalu beliaupun mengutus seseorang kepadaku dengan pesan, “Kirim seseorang kepadaku bersama mushaf itu”. [Lihat Ushul Al-Kafi (2/631) oleh Al-Kulainy]
Dalam Riwayat ini mereka isyaratkan bahwa mushaf yang ada pada Abul Hasan adalah mushaf yang lengkap dan masih bersih dari penyelewengan sahabat lain. Adapun yang ada pada sahabat dan ada di tangan kita hari ini, kata orang Syi’ah sudah diselewengkan lafazh dan maknanya. Ini jelas dusta !! Justru merekalah yang menyelewengkannya!!!

“Al-Qur’an Al-Karim merupakan Kitab Ilahi yang tidak tersentuh tahrif (penyelewengan) ataupun perubahan karena Allah -Tabaroka wa Ta’ala- berjanji akan menjaganya. Berbeda dengan Taurat dan Injil, Allah tak menjamin untuk menjaganya. Bahkan Allah memerintahkan mereka menjaga keduanya, tapi mereka sia-siakan. Ummat Islam telah sepakat sepanjang zaman bahwa Al-Qur’an Al-Karim yang telah diturunkan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad r merupakan Al-Qur’an yang ada sekarang di tangan kaum muslimin. Di dalamnya tak ada tambahan, ataupun pengurangan, dan tak pula perubahan, atau penggantian dan tak mungkin tersentuh sedikitpun oleh perkara-perkara semacam itu karena adanya janji Allah untuk menjaga dan melindunginya. Tak ada yang menyelisihi (Ahlus Sunnah) dalam masalah ini, kecuali orang-orang Rofidhoh tatkala mereka menyangka Al-Qur’an Al-Karim itu telah terjadi di dalamnya tahrif, perubahan, dan penggantian. Mereka menyangka para sahabat telah menyelewengkan Al-Qur’an demi tendensi duniawi mereka. Aqidah mereka (Syi’ah) ini batil. Dalil-dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, ucapan para Imam Ahlul Bait sendiri, dan akal menunjukkan kebatilannya.” [Lihat Badzlul Majhud (1/432-433)]

Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan kami yang menjaganya”.
Imam para mufassirin, Abu Ja’far Ath-Thobaryrahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr”, yaitu Al-Qur’an. “dan Kamilah yang menjaganya”. Allah Ta’ala berfirman, Sesungguhnya Kamilah yang menjaga Al-Qur’an dari tambahan kebatilan padanya yang bukan termasuk darinya, pengurangan sesuatu yang termasuk darinya berupa hukum, hudud, dan kewajiban”. [Lihat Tafsir Ath-Thobary (8/14)]

Selain nas Al-Qur’an di atas, akalpun menunjukkan kebatilan orang-orang Syi’ah-Rofidhoh yang menyatakan adanya tahrif dalam Al-Qur’an sebab pernyataan seperti ini di dalamnya terdapat mafsadah (kerusakan) yang besar, di antaranya : mencerca Allah, Nabi-Nya dan para sahabatnya -radhiyallahu anhum, serta para imam Ahlul bait. Jadi pernyataan Rofidhoh ini merupakan cercaan dan tuduhan terhadap Allah bahwa Dia tidak memenuhi janjinya dalam menjaga Al-Qur’an dari tahrif (penyelewengan) !!! Maha Suci Allah dari tuduhan mereka yang keji seperti ini.

Jika kita mencermati keterangan-keterangan di atas, maka orang-orang Syi’ah-lah sebenarnya yang melakukan tahrif (penyelewengan) terhadap Al-Qur’an. Nah, agar tahrif itu tak tampak, maka mereka balik menuduh para sahabat yang melakukan tahrif. Kata orang, “Lempar batu, sembunyi tangan”.
Setelah kita mengetahui bahwa orang Syi’ah meyakini adanya tahrif dalam Al-Qur’an, bahkan mereka juga melakukan tahrif (penyelewengan) terhadap Al-Qur’an berupa takwil ayat, mengubah letak ayat, menambahi lafazh ayat, dan menguranginya. Ini jelas adalah kekafiran!!

Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh-Zhohiry -rahimahullah- berkata dalam “Marotib Al-Ijma’”(hal.174), ” Mereka [para ulama'] sepakat bahwa apa yang ada dalam Al-Qur’an adalah haq [benar], dan barangsiapa yang menambahi padanya satu huruf saja, yang bukan termasuk dari qiro’ah[bacaan] yang teriwayatkan, terjaga, dan ternukil seperti semua ulama, atau mengurangi satu huruf, atau mengganti satu haruf dengan huruf lain secara sengaja, dan juga tahu itu beda dengan apa yang ia lakukan, maka ia kafir !! “. [Lihat Al-Iqna' fi masa'il Al-Ijma' (1/39) karya Al-Hafizh Abul Hasan Ali Ibnul Qoththon Al-Fasi]

Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah- berkata dalam “Asy-Syifa” (2/304), ” Ketahuilah, barangsiapa yang merendahkan Al-Qur’an atau mushaf, atau sesuatu darinya, atau ia mencelanya, atau menolaknya, baik satu huruf atau ayat darinya; atau ia mendustakannya atau sedikitpun darinya; atau ia mendustakan sesuatu yang telah ditegaskan di dalamnya berupa hukum, berita ; atau ia menetapkan sesuatu yang ditiadakan oleh Al-Qur’an, atau meniadakan sesuatu yang ditetapkan oleh Al-Qur’an sedang ia tahu hal itu; atau ia ragu, maka ia kafir menurut ijma’ ahli ilmu”. [Lihat Ta'liq Al-Iqna (1/39) oleh Dr Faruq Hamadah]

Orang yang melihat bukti-bukti tahrif dan otak-atik orang Rofidhoh terhadap Al-Qur’an, akan yakin dan tak ragu tentang kebatilan aqidah mereka. Tak mungkin orang yang seperti ini diajak bergandengan tangan, bahkan harus dijauhi sampai ia bertobat dari kebatilannya!! Jadi, seruan taqrib (pendekatan) Ahlus Sunnah-Syi’ah adalah Sebuah Impian Konyol.

Sumber : http://hankam.kompasiana.com/2013/06/26/kritik-atas-artikel-jangan-mencela-syiah-karya-anindya-gupita-kumalasari-572025.html

0 comments :

Posting Komentar

Sudah Membaca Al-Qur'an hari ini? Sudah Shalat Wajib pada waktunya ?