Kamis, 27 Juni 2013

"Aqil Ahli Andalus"

Posted by Unknown | 6/27/2013 01:56:00 PM Categories: , , ,
 
 
Diriwayatkan ada seorang bernama Yahya bin Yahya melakukan safar untuk mencari ilmu menuju kediaman Imam Malik. Dan ia (Yahya) saat itu masih kecil. Lalu ia pun mendengarkan Imam Malik hingga memahami banyak perkara agama. Imam Malik kagum akan kepribadian dan kepintaran Yahya.

Diriwayatkan suatu hari Imam Malik sedang duduk bersama beberapa temannya di suatu majelis. Lalu ada seseorang berkata, "Hey, ada gajah!" Maka, kawan-kawan Imam Malik pun keluar untuk melihatnya. Kecuali Yahya, ia tetap terduduk di tempatnya.

Imam Malik bertanya padanya, "Kamu tidak [ikut] melihat gajah itu? Gajah tidak ada di Andalus!"

Maka Yahya berkata pada beliau, "Aku datang ke sini jauh dari negeriku untuk melihatmu, belajar dari ilmumu, dan aku bukan datang untuk melihat gajah."

Seketika Imam Malik takjub dengan jawabannya. Beliau pun menjulukinya:

عاقل أهل الأندلس

********

Tamparan untuk kita.

Kita datang ke sana dari rumah untuk trend, sembari menikmati wajah penceramah.

Kita datang ke sana dari rumah untuk diketahui bahwa kita ce-esan.

Kita datang ke sana dari rumah agar jumlah dan hitungan absensi nama kita tak melebihi batas yang ditentukan manajer akademik.

Kita datang ke sana dari rumah agar melihat teman-teman, bisa ngumpul atau bisa kopdar.

Kita datang ke sana berharap menyimak sang ustadz mengomentari kejadian-kejadian terbaru, fitnah teranyar dan pembahasan tentang kelompok lain.

Kita datang ke sana karena apalagi............................?

Kita banyak-banyak bicara kita harus menimba ilmu dan mengamalkannya, dan ternyata.....

kita tidak seperti Aqil Ahli Andalus, kita seolah Aqil Akal Bulus.
 
Sumber : Catatan Hasan Al-Jaizy

Rabu, 26 Juni 2013

Sunni – Syi’ah Bersandingan?! Mustahil!!!

Posted by Unknown | 6/26/2013 01:04:00 PM Categories: ,
Penindasan dan kehinaan yang diderita oleh umat Islam saat ini, menjadikan sebagian umat Islam menyerukan agar diadakan konsolidasi antar semua aliran yang ada. Hanya saja, seruan tersebut sering kali kurang direncanakan dengan baik, sehingga tidak menghasilkan apapun. Di antara upaya konsolidasi dan merapatkan barisan yang terbukti tidak efektif ialah upaya merapatkan barisan Ahlus Sunnah dengan sekte Syi’ah, dengan menutup mata dari berbagai penyelewengan sekte Syi’ah. Konsolidasi semacam ini bukannya memperkuat barisan umat Islam, namun bahkan sebaliknya, meruntuhkan seluruh keberhasilan yang telah dicapai umat Islam selama ini. Karena itu, melalui tulisan ringkas ini, saya ingin sedikit menyibak tabir yang menyelimuti sekte Syi’ah. Dengan harapan, kita semua dapat menilai, benarkah Ahlus sunnah memerlukan konsolidasi dengan mereka?
 
PANDANGAN AKIDAH AHLUS SUNNAH & KEYAKINAN SYI’AH TENTANG ALLAH AZZA WA JALLA

Sebagai seorang Muslim, Anda pasti beriman bahwa sesembahan Anda hanyalah Allah Azza wa Jalla. Dialah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan Dia pula yang mengatur semuanya. Demikianlah keyakinan umat Islam secara umum dan syari’at dalam al-Qur’ân:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, dan bumi seperti itu pula. Perintah Allah terus-menerus berlaku di antara alam langit dan alam bumi, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. [at-Thalâq/65:12]
 
Umat Islam meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan takdir seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak ada satu kejadian pun kecuali atas kehendak-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَتَبَ آللَّهُ مَقَا دِيْرَ الْخَلاََ ئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةِ – قَلَ – وَعَرْ ِثهُ عَلىَ الْمَاءِ

Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsy-Nya berada di atas air. [HR. Muslim]
 
Pada suatu hari, Sahabat Ubâdah bin Shâmit Radhiyallahu ‘anhu memberikan petuah kepada putranya dengan mengatakan:

يَا بُنًىَّ إنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا لأَصَا بَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ سَمِعْتُ رَسُو لَ اللَّهُ صَلىَاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُلُ : (إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ آللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ اكيُبْ، قَالَ:رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قاَلَ:اكتُبْ مَقَا دِيْرَ كُلَّ شَىْءِ حَتَّى تَقُومَ السَّا عَةُ) يَا بُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُو لَ اللَّهُ صَلىَاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُلُ :(مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّي)

Wahai anakku!, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan manisnya iman hingga engkau percaya bahwa sesuatu yang (ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya, sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu. Aku mendengar Rasulullâh bersabda, “Sesungguhnya pertama kali Allah menciptakan al-Qalam (Pena), Ia berfirman kepadanya, “Tulislah”. Mendengar perintah itu, al-Qalam berkata, “wahai Rabbku, apa yang harus aku tulis? Allah berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu hingga Kiamat tiba”. (Lalu Sahabat Ubâdah bin Shâmit melanjutkan petuahnya dengan berkata), “Wahai anakku! aku telah mendengar Rasulullâh bersabda,”Barang siapa mati di atas keyakinan menyelisihi keyakinan ini, maka ia tidak termasuk dari golonganku”. [HR. Abu Dâwud]
 
Demikianlah sekelumit tentang akidah umat Islam tentang Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, tahukah Anda apa ideologi sekte Syi’ah ? Simaklah ideologi mereka dari riwayat yang termaktub dalam kitab terpercaya mereka, yaitu Al-Kâfi karya al-Kulaini :
 
Abu Hâsyim al-Ja’fari menuturkan, “Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Abul Hasan (Ali bin Muhammad-pen) ‘alaihissalâm sepeninggal putranya Abu Ja’far (Muhammad-pen). Kala itu aku berencana mengatakan, “Seakan kejadian yang menimpa Abu Ja’far dan Abu Muhammad (al-Hasan bin Ali ) pada saat ini serupa dengan yang dialami oleh Abul Hasan Mûsa dan Ismâîl putra Ja’far bin Muhammad ‘alaihimussalâm. Kisah keduanya (Ali dan Muhammad bin Muhammad) serupa dengan kisah keduanya (Mûsa dan Ismâîl bin Ja’far), dikarenakan Abu Muhammad al-Murji menjadi imam sepeninggal Abu Ja’far ‘alaihissalâm. Tiba-tiba Abul Hasan menatapku sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun, lalu ia berkata, “Benar, wahai Abu Hâsyim, Allah memiliki pendapat baru tentang Abu Muhammad sepeninggal Abu Ja’far yang sebelumnya tidak Dia ketahui. Sebagaimana sebelumnya muncul pendapat baru pada Mûsa (bin Ja’far) sepeninggal Ismâîl (bin Ja’far) suatu pendapat baru yang selaras dengan keadaannya. Kejadian ini sebagaimana yang terbetik dalam jiwamu, walaupun orang-orang yang sesat tidak menyukainya.” [1]
 
Demikianlah Saudaraku! sekte Syi’ah meyakini adanya perubahan pada pengetahuan dan kehendak Allah Azza wa Jalla, sehingga dia berubah pendapat dan keinginan karena terjadi sesuatu yang di luar pengetahuan dan kehendak-Nya.
 
Menurut hemat Anda, mungkinkah seorang Muslim memiliki keyakini semacam ini?!
 
NABI MUHAMMAD VERSI AHLUS SUNNAH & SYI’AH

Saudaraku! Anda pasti mengetahui bahwa syarat utama untuk menjadi seorang Muslim ialah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ikrar bahwa sesembahan Anda hanya Allah Azza wa Jalla dan Muhammad bin ‘Abdillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Azza wa Jalla. Dan di antara konsekuensi dari persaksian bahwa beliau adalah utusan Allah Azza wa Jalla ialah meyakini bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan seluruh wahyu Allah Azza wa Jalla kepada umatnya.
 
Oleh karena itu, pada saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Padang Arafah, beliau bertanya tentang hal ini kepada para Sahabat:

أَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟

Kalian pasti akan ditanya tentang aku, maka apa yang akan kalian katakan? Simaklah jawaban umat Islam yang menghadiri khutbah beliau ini:

قَالُوا : نَِْشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ فَقَالَ بإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْ فَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ : (اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ) ثَلاَثَ مَرَّاتِ رواه مسلم

Para Sahabat menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan dan mengemban risâlah dengan sempurna tanpa ada sedikit pun campuran. Lalu beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya ke arah langit lalu menunjuk ke arah para Sahabat seraya berdoa, “Ya Allah, persaksikanlah, Ya Allah persaksikanlah (sebanyak tiga kali).” [HR.Muslim]
 
Saya yakin, Anda dan juga seluruh umat Islam di seantero dunia pun demikian, bersaksi bahwa beliau telah sepenuhnya menunaikan amanah, menegakkan agama dan menyampaikan seluruh wahyu Allah Azza wa Jalla kepada umatnya.
 
Akan tetapi, tahukah Anda, apa kira-kira sikap dan keyakinan sekte Syi’ah? Anda ingin tahu? Temukan jawabannya pada pengakuan tokoh revolusioner mereka, yaitu al-Khomaini berikut ini:

لَقَدْ أَثبَتْنَا فِى بِدَايَةِ هَدِاالْحَد ِيْثِ بِأَنَّ النَّبِيِّ أحْجَمَ عَنِ التَّطَرُّقِ إِلَى اْلإِمَامَةِ فِيْ الْقُرْآنِِ، لِخَشيَتِهِ أَنْ يُصَا بَ الْقُرآبُ بِا لتَّحْرِيْفِ، أَوْ أَنْ تَشْتَدَّ الْخِلاَفَاتُ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ، فَيُؤَثِّرُ ذَلِكَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ

Telah kami buktikan pada awal pembahasan ini, bahwa Nabi menahan diri dari membicarakan masalah imâmah (kepemimpinan) dalam al-Qur’ân; [2] karena beliau khawatir al-Qur’ân akan diselewengkan, atau timbul perselisihan yang sengit di tengah-tengah kaum Muslimin, sehingga hal itu berakibat buruk bagi masa depan agama Islam.” [3]
Al-Khomaini belum merasa cukup dengan menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa gentar untuk menyampaikan ayat-ayat imâmah kepada umatnya. Lebih jauh, dengan tanpa merasa bersalah, al-Khomaini menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyebab terjadinya seluruh perpecahan dan peperangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam sepeninggal beliau:

وَوَاضِحٌ بِأَنَّ النَّبِيَّ لَوْ كَانَ قَدْ بَلَغَ بِأَمْرِ اْلإِمَامَةِ طَبَقًا لِِمَا أَمَرَ بِهِ اللَّهُ، وَبَذَلَ الْمَسَا عِيَ فِيْ هَذَا الْمَجَالِ، لَمَا نَشَبَتْ فِيْ اْلبُلدَانِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ كُلُّ هَذِهِ اْلإِخْتِلاَفَاتِ وَالْمُشَا حَنَاتِ وَالْمَعَارِكِ، وَلَمَا ظَهَرَتْ ثَمَّةَ خِلاَفَاتٌ فِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْ عِهِ

Sangat jelas bahwa andai Nabi telah menyampaikan perihal imâmah (kepemimpinan), sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, dan ia benar-benar mengerahkan segala upayanya dalam urusan ini, niscaya tidak akan pernah terjadi berbagai perselisihan,persengketaan dan peperangan ini di seluruh belahan negeri Islam. Sebagaimana di sana tidak akan muncul perselisihan dalam hal ushûl (prinsip) dan juga cabang furû’ (cabang) agama.” [4]
Mungkin Anda berkata, “Ah ini hanya salah tulis al-Khomaini saja, dan tidak mewakili ideologi kaum Syi’ah.”
Tunggu sejenak Saudara! Coba Anda bandingkan ucapan al-Khomaini di atas dengan dua riwayat berikut:
Al-Kulaini meriwayatkan bahwa Imam Abu ‘Abdillâh Ja’far Ash-Shâdiq, menyatakan:

لَوْ لاَ نَحْنُ مَا عُبِدَ آللَّهُ

Andai bukan karena kami, niscaya Allah tidak akan pernah diibadahi. [5]
Mufti sekte Syi’ah pada abad ke-11 H, yang bernama al-Majlisi menambahkan riwayat di atas menjadi:

لَوْ لاَ هُمْ، مَا عُرِفَ آللَّهُ وَلاَ يَدْرِيْ كَيْفَ يَعْبُدُ الرَّ حْمَنَ

Andai bukan karena para imam, niscaya Allah tidak akan dikenal, dan tidak akan ada yang tahu bagaimana beribadah kepada Ar-Rahmân (Allah). [6]
 
Apa perasaan dan pendapat Anda setelah membaca dua riwayat yang termaktub dalam dua referensi terpercaya umat Syi’ah ini?
 
Berdasarkan kedua riwayat ini, kira-kira apa peranan dan jasa Nabi Muhammad menurut sekte Syi’ah? Mereka meyakini bahwa hingga sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat manusia belum juga mengetahui bagaimana harus beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Kalaulah bukan karena jasa para imam umat Syi’ah, maka tidak ada manusia yang bisa shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Saudaraku! sebagai seorang Mukmin, dapatkah batin Anda menerima tuduhan keji sekte Syi’ah ini kepada Nabi Anda?
 
Coba sekali lagi Anda bandingkan kedua riwayat ini dengan ucapan al-Khomaini di atas. Al-Khumaini beranggapan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sumber petaka yang menimpa umat ini. Berbagai persengketaan, pertumpahan darah dan perselisihan yang terjadi di tengah-tengah umat berawal dari kegagalan beliau dalam menyampaikan wahyu Allah Azza wa Jalla, terutama yang berkaitan dengan “al-imâmah” (kepemimpinan).
 
Perkenankan saya bertanya, “Menurut hemat Anda, apakah kedua riwayat dan juga ucapan al-Khomaini di atas mencerminkan syahadat “Muhammad Rasulullâh” ? Sebagai seorang Muslim yang bersaksi bahwa Muhammad bin `Abdullâh adalah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa perasaan Anda membaca kedua riwayat dan ucapan al-Khomaini di atas ? Kuasakah Anda untuk menutup mata dan telinga dari fakta ini, lalu Anda bergandengan tangan dengan orang-orang yang meyakini demikian itu tentang Nabi Anda?
 
SAHABAT DALAM AKIDAH AHLU SUNNAH & KEBENCIAN SYI’AH
Saudaraku, bila Anda mencermati sejarah para nabi dan umatnya, niscaya Anda dapatkan bahwa Sahabat setiap nabi adalah orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat nabi tersebut. Kesimpulan Anda ini benar adanya dan selaras dengan sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَا مِنْ نَبِيِّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْ خُذُونَ بِسُنَّيِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعدِ هِمْ خُلُو فٌ يَقُو لُنَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفَعَلُونَ مَا لاَ يُؤْ مَرُو نَ

Tidaklah ada seorang nabi pun yang diutus kepada suatu umat sebelumku, kecuali ia memiliki para pendamping dan sahabat setia, yang senantiasa mengikuti ajarannya dan berpedoman dengan perintahnya. Sepeninggal mereka, datanglah suatu generasi yang biasa mengatakan sesuatu yang tidak mereka perbuat, serta melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. [HR. Muslim]
Demikian pula halnya dengan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sahabat beliau adalah generasi terbaik dari umat Islam. Allah Azza wa Jalla berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah.[Ali Imrân/3:110]
Saya yakin, Anda pun meyakini bahwa generasi pertama dari umat Islam yaitu para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik dari umat Islam. Bukankah demikian, Saudaraku !
Akan tetapi, tahukah Anda, siapakah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mata umat Syi’ah? Anda ingin tahu, silahkan simak riwayat-riwayat mereka berikut:

عَنْ سُديْرٍ عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَألِهِ سَنَةً، إِلاَّ ثَلاَثَةٌ : فَقُلْتُ : وَ مَنْ الثَّلاَثَةُ ؟ فَقَالَ : الْمِقْدَادُ بْنُ اْللأَسْوَدُ وَ أَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَ سَلْمَانَ الْفَا رِسِيُّ، وَقَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِيْنِ دَارَتْ عَلَيْهِمُ الرَّحَى وَأَبَؤْا أَنْ يُبَا يِعُوْا حَتَّى جَاؤُوْا بِأَمِيْرِ الْمُؤْ مِنِيْنَ مُكرَهًا فَبَا يَعَ

Dari Sudair, ia meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm, “Dahulu sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruh manusia murtad selama satu tahun, kecuali tiga orang. As-Sudair pun bertanya, “Siapakah ketiga orang tersebut?”dia menjawab, al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi, lalu beliau berkata, “Mereka itulah orang-orang yang tetap kokoh dengan pendiriannya dan enggan untuk membaiat (Abu Bakar As-Shiddîq-pen) hingga didatangkan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thâlib) alaihissalâm dalam keadaan terpaksa, lalu beliaupun berbaiat. [7]
Syaikh Mufîd (wafat tahun 413 H) juga meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm:

اِرْ تَدَّ النَّا سُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم وَآلِهِ إِلاَّ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ : الْمِقْدَادُ بْنُ اْللأَسْوَدُ وَ أَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَ سَلْمَانَ الْفَا رِسِيُّ، ثُمَّ إِنَّ النَّا سَ عَرَفُوْا وَلَحِقُوْا بَعْدُ

Seluruh manusia menjadi murtad sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang, al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi. Kemudian setelah itu manusia mulai menyadari, dan kembali masuk Islam.” [8]
Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap mempertahankan keislamannya menjadi empat orang:
Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far, bahwa ia berkata:

إِنَّ رَسُوْ لَاللََّهِ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ لَمَّا قُبِضَ، صَارَالنَّاسُ كُلُّهُمْ أَهْلَ جَا هِلِيَّةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةُ : عَلِيٌّ والْمِقْدَادُ وَسَلْمَانُ وَأَبُوْذَرٍّ

Sesungguhnya tatkala Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia,seluruh manusia kembali kepada kehidupan jahiliyah,kecuali empat orang saja: yaitu Ali, al-Miqdâd, Salmân dan Abu Dzar.” [9]
Saudaraku! Apa perasaan Anda tatkala membaca beberapa contoh riwayat yang termaktub dalam kitabkitab terpercaya agama Syi’ah di atas?
Saya yakin, batin Anda menjerit, keimanan Anda menjadi berkobar ketika membaca riwayat-riwayat itu? Betapa tidak, para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinyatakan telah murtad, kecuali tiga orang saja.
Saudaraku! Coba tenangkan perasaan Anda, lalu baca kembali dengan seksama riwayat-riwayat di atas.
Tidakkah Anda mendapatkan hal yang aneh pada kedua riwayat tersebut ? Pada riwayat tersebut dinyatakan bahwa yang tetap berpegang teguh dengan keimanan dan keislamannya hanya ada tiga orang. Dan pada riwayat lainnya dijelaskan maksud dari ketiga orang tersebut, yaitu: Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi.
Bila demikian adanya, lalu bagaimana halnya dengan Ali bin Abi Thâlib, Fâtimah binti Rasulullâh dan kedua putranya, yaitu al-Hasan dan al-Husain ? Mungkinkah mereka termasuk yang murtad, karena yang dinyatakan tetap berpegang dengan keislamannya hanyalah tiga, dan mereka semua tidak termasuk dari ketiga orang tersebut ?
Demikianlah Saudaraku ! Umat Syi’ah mempropagandakan sebagai para pencinta Ahlul Bait dan pembela mereka. Akan tetapi, faktanya, mereka menghinakan Ahlul Bait, bahkan menganggap mereka telah murtad dari Islam. Bila Anda tidak percaya, silahkan buktikan dan datangkan satu riwayat saja yang menyebutkan bahwa Ahlul Bait tidak termasuk yang murtad sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya yakin Anda tidak akan menemukan riwayat tersebut, walau Anda membaca seluruh kitab Syi’ah.
Apa yang saya paparkan di atas, menjadi alasan bagi Imam ‘Amir bin Syurahil asy-Sya’bi untuk berkata tentang sekte Syi’ah, “Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki satu kelebihan bila dibandingkan dengan agama Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi, “Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab, “Tentu para Sahabat Nabi Mûsa. Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani, “Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab, “Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setia Nabi ‘Isa. Akan tetapi, bila dikatakan kepada agama Râfidhah (Syi’ah), “Siapa orang terjelek dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab, “Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setia Nabi Muhammad.”
Saudaraku! Mungkin Anda bertanya-tanya, “Mengapa para pengikut agama Syi’ah begitu membenci para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama ketiga Khulafâ’ur Râsyidin yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsmân? Saudaraku! Benarkah Anda merasa penasaran ingin mengetahui biang kebencian mereka kepada para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Obatilah rasa penasaran Anda dengan jawaban seorang pakar yang telah kenyang dengan pengalaman dalam menghadapi para penganut Syi’ah. Tokoh tersebut adalah Abu Zur’ah ar-Râzi rahimahullah. Beliau menyampaikan hasil studi dan pengalaman beliau pada ucapannya berikut, “Bila engkau dapatkan seseorang mencela seorang Sahabat Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia adalah orang zindîq (kafir yang menampakkan keislaman). Alasannya, karena kami meyakini bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti benar, dan al-Qur’ân juga pasti benar. Sedangkan yang menyampaikan al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para Sahabat. Dengan demikian, sesungguhnya orang yang mencela para saksi (perawi) kami (yaitu para Sahabat), hendak menggugurkan al-Qur’ân dan Sunnah. Karena itu, merekalah yang lebih layak untuk dicela.” [Riwayat al-Khathîb al-Baghdâdi didalam kitab Al-Kifâyah Fî ‘Ilmir Riwâyah]
 
AHLUL BAIT MENURUT AKIDAH ISLAM DAN DONGENG SYI’AH
Ahlul Bait atau karib kerabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan dan keutamaan yang begitu besar. Wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, cukuplah sebagai bukti akan keutamaan dan kemulian mereka :

(أَمَّا بَعْدُ، أَلاَ أَيُهَا النَّا سُ، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرُ، يُوْشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُوْلُ رَبِّى فَأُجِيْبَ، وَأَنَا تَارِكُ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّ لُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ، فَهُدُوْابِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوابِهِ) فَحَثَّ عَلَى كِتِابِ اللّهِ وَرَغَّبَ فِيْهِ، ثُمَّ قَالَ : (وَأَهْلُ بَيْتِيْ، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِيْ، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِي، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِي

Amma ba’du, ketahulilah wahai umat manusia, sesungguhnya aku adalah manusia biasa, tidak berapa lama lagi akan datang utusan Allah, dan aku pun memenuhi panggilan-Nya. Aku tinggalkan di tengahtengah kalian dua hal besar; pada hal pertama terdapat petunjuk dan cahaya. Hendaknya engkau semua mengamalkan kitab Allah dan berpegang teguh dengannya.” Selanjutnya beliau menganjurkan umatnya untuk berpegang teguh dengan Kitâbullâh. Selanjutnya beliau berkata: (Dan juga Ahlu Baiti (keluargaku), aku mengingatkan kalian agar takut kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, aku mengingatkan kalian agar takut kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, dan aku mengingatkan kalian agar takut kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku.” [HR. Muslim].
 
Tidak heran bila Ahlus Sunnah senantiasa mencintai, menghormati dan mengagungkan karib kerabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai buktinya, banyak dari mereka yang menamakan putra-putri mereka dengan nama-nama Ahlul Bait. Bukan hanya itu, Ahlus Sunnah senantiasa membaca shalawat, baik bacaan shalawat ketika duduk tahiyat dalam shalat maupun di luar shalat untuk Ahlul Bait. Bukankah demikian Saudaraku? Tidakkah ini cukup sebagai bukti bahwa umat Islam mencintai Ahlul Bait?
 
Tidak heran bila Imam As-Syâfi’i rahimahullah berkata:

إِنَّ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَّمَدش فَلْيَشْهَدِ الشَّقَلاَنِ أَنِّي رَافِضِي

Andai kecintaan kepada keluarga Nabi Muhammad disebut Râfidhah, Hendaklah seluruh jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah seorang Râfidhah.
 
Akan tetapi, benarkan ajaran Râfidhah atau Syi’ah hanya sebatas mencintai Ahlul Bait? Untuk menjawab pertanyan ini, simaklah riwayat-riwayat yang mereka imani berikut:
Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kâfi meriwayatkan dari Abu ‘Abdillâh Ja’far Ash-Shadîq :

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةَ لِْلإِمَامِ، يَضَعُهَا حَيْثَ يَشَاءُ، وَيَدْ فَعُهَا إِلَى مَنْ يَشَاءُ

Tidakkah engkau sadar, bahwa dunia dan akhirat adalah milik sang imam, sehingga ia bebas meletakkannya sesuai dengan kehendaknya dan menyerahkannya kepada orang yang ia kehendaki?
Belum cukup hebat, sehingga mereka masih merasa perlu untuk merekayasa riwayat berikut dari Sahabat Ali:

نَهْنُ خَزَّانُ اللَّهِ فِي أَرْضِهِ وَسَمَا ئِهِ، وَأَنَا أُ حْيِيْ وَأَنَا اُمِيتُ، وَأَنَا حٍَيٌّ لاَ أَمُوْ تُ

Kami adalah para penjaga (kekayaan dan ilmu Allah di bumi dan di langit, akulah yang menghidupkan dan akulah yang mematikan, serta aku senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati. [10]
 
Karena kedudukan imam dalam syariat Syi’ah, tidak heran bila tokoh revolusioner mereka pada abad ini, yaitu Ayatullâh al-Khomaini dengan tanpa rasa sungkan menyatakan:

إِنَّ تَعَالِيْمَ اْلأَئِمَّهةِ كَتَعَا لِيْمِ القُرْآنِ، لاَتَخُصُجِيْلاً خَا صاً وَإِنََّمَا هِيَ تَعَا لِيْمُ لِلْجَمِيْعِ فِيْ كُلِّ عَصْرٍ وَمِصْرَ وَإِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، يَجِبُ تَنْفِيْذُهَا وَاتِّبَا عُهَا

Sesungguhnya ajaran para imam sama halnya dengan ajaran al-Qur’ân, tidak diperuntukkan khusus bagi generasi tertentu. Ajaran para imam adalah ajaran yang berlaku untuk semua, di setiap masa, negeri dan hingga hari kiamat, wajib diterapkan dan dijadikan panutan.” [11]
 
Saudaraku! Dari sedikit penuturan di atas, mungkin Anda bertanya-tanya, bila demikian kedudukan seorang imam dalam syari’at Syi’ah, apakah mereka telah menobatkan mereka sebagai tuhan mereka?
 
Untuk mengobati rasa penasaran Anda, berikut ini saya sebutkan beberapa nama tokoh terkemuka Syi’ah yang dengan membaca namanya, Anda dapat mengetahui jawaban pertanyaan Anda:
 
• Abdul Husain bin Ali (wafat tahun 1286 H), ia adalah seorang tokoh terkemuka agama Syi’ah pada zamannya, sampai-sampai dijuluki dengan Syaikhul ‘Irâqain (Syaikh kedua Irak/ Irak & Iran).
• ‘Abdul Husain al-Amini at-Tabrizi (1390 H), penulis buku Al-Ghadir.
• ‘Abdul Husain Syarafuddîn al-Musâwi al ‘Amili (1377H), penulis buku Abu Hurairah, kitab Kalimatun Haulaar Riwâyah, Kitab An Nash wa Al Ijtihâd, Al-Murâja’ât, & kitab Al-Fushûll Muhimmah. [12]
• ‘Abdul Husain bin al-Qâshim bin Shâleh al-Hilly (wafat tahun 1375 H).
• ‘Abduz Zahrâ’ (Hamba az-Zahra’/Fatimah) al-Husain, penulis kitab Mashâdiru Nahjil Balâghah wa Asâniduhu.
Saudaraku! Inilah ideologi yang oleh para penganut Syi’ah disebut dengan kecintaan kepada Ahlul Bait. Kultus, ekstrim dalam memuja mereka dengan menyematkan sebagian sifat-sifat Allah k kepada mereka. Coba Anda bandingkan para imam dalam ajaran Syi’ah dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm tentang dirinya sendiri berikut ini:

(لاَتُطْرُوْنِي كَمَا اَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوْا عَبْدُ اللّّهِ وَرَسُوْ لُهُ)

Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh kaum Nasrani kepada‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah :” Hamba Allah dan Utusan-Nya.” [Muttafaqun ‘alaih]
 
Demikianlah syariat yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memuji dan mencintai; cinta dan pujian tanpa berlebih-lebihan. Selanjutnya, kembali kepada Anda, meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mempercayai sekte Syi’ah.
 
Setelah membaca penjelasan singkat ini, mungkin Anda menjadi penasaran dan bertanya, “Sebenarnya, apa sikap para tokoh yang dianggap sebagai imam-imam sekte Syi’ah. Mungkinkah mereka merestui kultus dan berbagai ideologi sekte Syi’ah ini?
 
Saudaraku! Untuk menjawab pertanyaan Anda ini, saya mengajak Saudara untuk bersama-sama membaca pernyataan mereka yang termaktub dalam berbagai referensi terpercaya sekte Syi’ah.
Sahabat Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhu menggambarkan perihal orang-orang Syi’ah dalam ucapannya berikut:

يَا أَشْبَاهَ الرِّجَالِ وَلاَ رِجَالَ، حُلُوْم اْلأَطْفَالِ وَعُقُولَ رَبَّتِ الْحِجَِالِ، لَوَدِدْتُ أَنِّيْ لَمْ أَرَكُمْ وَلَمْ أَعْرِفْكُمْ مَعْرِفَةً، وَاللَّهِ جُرْتُ نَدَمًا وَأَعْقَبْتُ ذَمًا، قَاتَلَكُمُ اللَُّهُ، لَقَدْ مَلَأْتُمْ قَلبِيْ قَيْحًا وَشَحَنْتُمْ صَدْرِيْ غَيْظًا وَجَرَ عْتُمُوْنِيْ نَغِبالْتِهمَامَ أَنْفَاسًا وَأَفْسَدْتُمْ عَلَيَّ رَأْيِيْ بِالْعِصْيَانِ وَالْخِذْلاَنِ

Wahai orang-orang yang berpenampilan lelaki, akan tetapi tidak ada seorang pun yang berjiwa lelaki,berperilaku kekanak-kanakan, berpikiran layaknya kaum wanita. Sungguh, aku berangan-angan Andai aku tidak pernah menyaksikan, dan tidak mengenal kalian sama sekali. Sungguh demi Allah, aku telah dirundung penyesalan, dan memikul celaan. Semoga Allah membinasakan kalian, sungguh kalian telah memenuhi hatiku dengan kebencian, membanjiri dadaku dengan kemarahan. Kalian juga telah memaksaku untuk menanggung kegundahan, menghancurkan kecerdasanku dengan perilaku kalian yang senantiasa membangkang dan berkhianat.” [13]
 
Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Bâqir (imam sekte Syi’ah ke-5) lebih tegas lagi menggambarkan tentang sekte Syi’ah dengan mengatakan:

لَوْ كَنَ النَا سُ كُلُهُمْ لَنَا شِيْعَةَ، لَكَانَ ثَلاَثَةُ أَربَا عِهِمْ لَنَا شُكَّا كًا، وَالرُّبْعُ الآخِرْ أَحْمَقُ

Andai seluruh manusia menjadi penganut syi’ah, niscaya tiga perempat dari mereka adalah orang-orang yang hobi menghunus pedang terhadap kami, dan sisanya adalah orang-orang dungu. [14]
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi kita, dan semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menghidupkan kita berdasarkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 
Wallâhu ‘alam bis shawâb.
 
Penulis : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
 
Sumber : almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/327
[2]. Aneh bin ajaib, al-Khomaini meyakini bahwa Nabi n memiliki kebebasan untuk menyembunyikan masalah al-Imâmah
dari umatnya. Anggapan ini nyata-nyata bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [al-Mâidah/5:67]
[3]. Kasyful Asrâr oleh al-Khomaini 149.
[4]. Idem 155.
[5]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/144
[6]. Bihârul Anwâr 35/29.
[7]. Bihârul Anwâr oleh al-Majlisy 22/351 & Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, karya Abdu Ali bin Jum’ah al- ‘Arusy al-Huwaizi 1/396.
[8]. Al-Ikhtishâsh, karya Asy-Syaikh Mufîd hlm. 6.
[9]. Tafsir Al ‘Ayyasyi 1/199, karya An-Nadhir Muhammad bin Mas’ûd as-Samarqandi (wafat th: 320 H), Bihârul Anwâr 22/333
karya Al-Majlisi, (wafat th. 1111 H).
[10]. Idem 39/347.
[11]. Al-Hukûmah al-Islâmiyyah oleh Ayatullâh al-Khomaini 113.
[12]. Sungguh mengherankan, Bapak Prof, Dr. M. Quraish Shihâb yang disebut ahli tafsir Indonesia, tidak merasa terusik dari nama semacam ini. Bahkan beliau menjadikan karya tokoh Syi’ah ini sebagai salah satu referensi utama dalam bukubuku beliau. Beliau tidak terpanggil untuk mengomentari atau mengingatkan para pembaca tulisan beliau tentang kesalahan penamaan semacam ini. Sebagai contoh, silahkan baca buku beliau yang berjudul Sunnah-Syiah, bergandengan
tangan! Mungkinkah?, hlm. 119.
[13]. Nahjul Balaghah (ensiklopedia khutbah-khutbah Imam Ali bin Abi Thalib) 1/70 & Al Kafi 5/6, karya Al Kulaini wafat thn 329 H.
[14]. Al Ghaibah hal: 268, karya Muhammad bin Ibrahim An Nu’maani wafat thn: 380 H, Ikhtiyaar Ma’rifatir Rijaal, 2/460, karya As Syeikh At Thusi wafat thn 460 H, Bihaarul Anwaar 46/251, karya Muhammad Baqir Al Majlisi wafat thn : 1111 H, & Mu’jam Rijalil Hadits 3/251, karya As Sayyid Abul Qasim Al Musawi Al Khu’i, wafat thn: 1413 H.
 
Via : Abang Dani

Ahlus Sunnah-Syi’ah adalah Sebuah Impian Konyol !

Posted by Unknown | 6/26/2013 12:49:00 PM Categories: ,


Tergelitik membaca artikel “Jangan Mencela Syiah! Jangan Mencela Ahmadiyah! Jangan Mencela Sunni! Jangan Mencela Agama Manapun!” oleh seorang kompasianer bernama “Anindya”. Dan kemudian ingin menyiram pluralisme di wadah ini.
Penulis berusaha mencaplok slogan ‘tidak boleh mencela.’ Tertarik membaca artikel al-Ustadz Abdul Qodir, beliau menulis:

Para ulama’ salaf, ahlis sunnah wal jama’ah sejak dulu memiliki perhatian tinggi dalam mengingatkan bahaya bid’ah dan pelakunya (ahli bid’ah) dan mereka tidak menganggap bahwa membicarakan bahaya dan penyimpangan mereka sebagai ghibah. Karenanya tak ada kitab aqidahpun kecuali mengingatkan bahaya bid’ah dan pelakunya. Orang yang mau mengunjungi perpustakaan Islam , akan menemukan kitab-kitab yang sangat banyak ditulis oleh para ulama’ ahlis sunnah wal jama’ah-secara khusus tentang bid’ah dan pelakunya- di berbagai tempat dan zaman.

Diantara kitab-kitab tersebut: seperti kitab Ar-Rodd ala Az-Zanadiqoh wa Al-Jahmiyyah karya Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Ar-Rodd ala Man Yaqul Al-Qur’an Makhluq karya Ahmad bin Sulaiman An-Najjad, Ar-Rodd ala Bisyr Al-Marisy karya Imam Ad-Darimi, Al-Haidah karya Abdul Aziz Al-Kinany, Al-Bida’ wa An-Nahyu Anha karya Ibnu Wadhdhoh, Al-Hawadits wa Al-Bida’ karya Abu Bakr Ath-Thurthusyi, Al-Ba’its ala Inkar Al-Bida’ wa Al-Hawadits karya Abu Syamah Al-Maqdisy, Al-Madkhol karya Ibnul Hajj, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzy, Al-I’tishom karya Asy-Syathibi, Minhaj As-sunnah, Ar-Rodd ala Al-Akhna’i & Ar-Rodd ala Al-Bakry karya Syaikul Islam, Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah ala Ghozwi Al-Mu’aththilah wa Al-Jahmiyyah karya Ibnul Qoyyim, Al-’Awashim mimmah fi Kutub Sayyid Qutb min Al-Qowashim karya Syaikh Robi’ –hafizhohumullah-, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Memberikan peringatan sesatnya suatu kelompok , baik dalam bentuk ceramah, maupun tulisan, itu bukanlah ghibah yang diharamkan. Boleh menyebutkan kesesatan seseorang, dan penyimpangannya di depan orang banyak, jika kemaslahatan menuntut hal itu.

Ibrahim An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata, “Tak ada ghibah bagi pelaku bid’ah (ajaran baru)”. [Lihat Sunan Ad-Darimiy (394)]

Muhammad bin Bundar As-Sabbak Al-Jurjaniy -rahimahullah- berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Sungguh amat berat aku bilang, “si fulan orangnya lemah, si fulan pendusta”. Imam Ahmad berkata, “Jika kau diam, dan aku juga diam, maka siapakah yang akan memberitahukan seorang yang jahil bahwa ini yang benar, dan ini yang sakit (salah)”. [Lihat Thobaqot Al-Hanabilah (1/287)]

Dari sini kita melihat para ulama kita, ada yang menulis khusus membahas bid’ah, ada yang khusus membantah pelaku bid’ah secara umum maupun khusus dengan menyebutkan nama atau kelompoknya. Jadi, jangan heran jika ada ulama kita pada hari ini membantah pelaku bid’ah dengan menyebut namanya, apalagi sampai menyatakan itu tak ada contohnya dari para ulama kita.

Perlu diketahui bahwa para ulama’ kita menulis kitab tentang bid’ah dan bahaya pelakunya serta bantahannya, bukanlah atas dasar dengki dan benci kepada orang. Akan tetapi semua itu mereka lakukan atas dasar membela sunnah dan syari’at Islam dari tangan ahli bid’ah. Bukan seperti yang dikatakan oleh sebagian orang-orang tak berilmu.”
Ini starting point buat beliau dan teman-teman yang tidak boleh menyatakan sesuatu itu “salah” pada sebuah pemahaman.

Kalimat kedua dari penulis “Syiah dan Sunni, keduanya dibentuk melalui pemikiran-pemikiran luar biasa para imam dan ulama-ulama terkemuka“. Kembali hal ini dikritik oleh al-Ustadz Abdul Qodir dengan kemiripan saat membantah buku Mungkinkah Syiah dan Sunni Bergandengan Tangan? Tulis beliau:
“seorang teman menyodorkan kepada kami sebuah buku yang berukuran sedang, dengan judul “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”, cetakan penerbit Syi’ah, yakni Lentera Hati, 1428 H.

Konon kabarnya buku ini telah dibedah oleh Penulisnya sendiri di UNHAS, Makassar, Sulsel, pada tanggal 26 Oktober 2009 M. Acara tersebut banyak dihadiri oleh mahasiswa awam tentang Islam sehingga dikhawatirkan mereka terpengaruh dengan paham syi’ah melalui usaha pendekatan (baca: sinkritisme) antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah.

Penulis buku itu menggambarkan bahwa perselisihan antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah, hanyalah sebatas perbedaan pemahaman sebagaimana yang pernah terjadi antara Al-Imam Malik dengan Al-Imam Asy-Syafi’iy, atau Al-Imam Asy-Syafi’iy dengan Ahmad bin Hanbal. Sehingga menurut Penulis itu bahwa perkara seperti ini tak perlu kita permasalahkan. Tapi menurut akalnya yang pendek bahwa semestinya Ahlus Sunnah dan Syi’ah melakukan usaha taqrib (pendekatan) agar dapat mengakhiri khilaf dan perseteruan. Taqrib ini -menurutnya- adalah sebuah ajakan yang dikumandangkan adalah persatuan umat dalam arti membiarkan madzhab-madzhab Islam yang ada tumbuh berkembang, sambil melakukan taqrib (pendekatan). [Lihat Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (hal. 259)]

Usaha taqrib yang diserukan Penulis itu merupakan sebuah impian konyol, sebab ia merupakan sebuah sinkritisme ajaran yang akan mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Karena itu, seorang ulama Ahlus Sunnah, Syaikh Abdullah Al-Maushiliy, seusai membongkar aqidah dan keyakinan Syi’ah yang berisi kekafiran dari buku-buku rujukan Syi’ah yang klasik maupun kontemperer, maka beliau mengakhiri risalahnya seraya berkata, “Sesungguhnya pendekatan Sunnah-Syi’ah adalah perkara yang mustahil, sebab bagaimana bisa mengkompromikan (menggabungkan) antara yang haq dan batil, kekafiran dan keimanan, cahaya dan kegelapan. Bukanlah ajakan Syi’ah (yakni, ajakan pendekatan) yang mereka serukan, melainkan salah satu usaha untuk meninabobokkan, dan menutupi rencana-rencana jahat orang Syi’ah”. [Lihat Haqiqoh Asy-Syi'ah Hatta Laa Nankhodi' (hal. 218), karya Syaikh Abdullah Al-Maushiliy, cet. Darul Iman]

Allah -Ta’ala- berfirman,
“Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir), atau adakah kalian (berbuat demikian). Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al-Qolam : 35-36)

Para ulama kita dari zaman ke zaman memiliki semangat untuk senantiasa melakukan usaha penyatuan umat di atas al-haq. Tapi ternyata ketika mereka berhadapan dengan orang-orang Syi’ah, maka mereka tidak mendapatkan jalan untuk usaha penyatuan ini, sebab akan menimbulkan kerancuan diantara kaum muslimin. Bahkan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari generasi ke generasi terus melakukan pengingkaran terhadap orang-orang Syi’ah yang memiliki prinsip agama yang menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa perselisihan kita dengan orang-orang Syi’ah bukanlah sebatas perbedan pemahaman fikih saja, sebagaimana yang terjadi antara Al-Imam Malik dan Asy-Syafi’iy. Bahkan perbedaan kita dengan mereka dalam perkara prinsipil dan dasar agama. Lihat saja, orang Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kita masih kurang dan telah mengalami penyelewengan, mereka mengkafirkan semua sahabat (selain bilangan jari saja), mereka tak mengakui kekhilafahan Abu Bakr, Umar, Utsman, Muawiyyah dan lainnya. Selain itu, orang-orang Syi’ah meyakini ma’shumnya imam-imam mereka, meyakini aqidah roj’ah (reinkarnasi), mereka menghalalkan nikah muth’ah (baca: zina kontrak) yang telah diharamkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai akhir zaman. Orang Syi’ah juga suka mencela para Imam yang Empat, Al-Bukhoriy, Muslim dan lainnya. Jika anda mau membaca perbedaan dan penyimpangan mereka yang prinsipil ini, anda bisa membaca kitab Al-Khuthuth Al-Aridhoh (hal. 5-39), karya Muhibbuddin Al-Khothib, Al-Intishor li Ash-Shohbi wal Aal min Iftiro’at As-Samawiy Adh-Dhool (hal. 38-79) karya Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhailiy –hafizhohullah-, dan Haqiqoh Asy-Syi’ah oleh Syaikh Abdullah Al-Maushiliy.

¾ Bahaya Syi’ah-Rofidhoh

Akibat perbuatan kafir yang dilakoni oleh orang-orang Syi’ah-Rofidhoh, maka para ulama kita memberikan peringatan keras atas hal itu. Kali ini ada baiknya kami nukilkan sebagian komentar para ulama kita yang mengingatkan bahaya mereka.

Para ulama salaf dahulu mengingatkan bahayanya orang-orang Syi’ah alias Rofidhoh alias Ja’fariyyah, karena mereka memiliki aqidah yang menyimpang, bahkan aqidah kafir yang membuat mereka murtad dari Islam, lalu membuat agama baru yang dikenal dengan agama Syi’ah-Rofidhoh.

Oleh karenanya, Seorang ulama Tabi’in, Tholhah bin Mushorrif Al-Hamdaniy (wft 112 H) -rahimahullah- berkata, “Orang-orang Rofidhoh (nama lain bagi Syi’ah), wanita-wanita mereka tak boleh dinikahi, sembelihan mereka tidak boleh dimakan, karena mereka adalah orang-orang yang murtad”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah Ash-Shughro (hal. 161)]

Murid Abu Hanifah, Abu Yusuf -rahimahullah- berkata, “Saya tak mau sholat di belakang seorang Jahmiyyah (sekte sesat yang kafir), dan orang Rofidhoh, serta orang Qodariyyah (Pengingkar taqdir)”. [HR. Al-Laalikaa'iy dalam Syarh Ushul Al-I'tiqod (4/733)]

Aqidah mereka yang kafir terkadang mereka sembunyikan. Tak heran jika para salaf juga mencela orang Syi’ah dari sisi kedustaan, sebab di hadapan kita ia mengaku tak memiliki aqidah yang kafir, tapi ternyata mereka memilikinya. Namun mereka tak menampakkannya seperti yang dilakukan oleh kaum munafiq di zaman kenabian. Oleh karenanya, kita heran terhadap Penulis buku “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” saat ia banyak menukil ucapan-ucapan orang-orang Syi’ah yang suka berdusta, lalu Penulis itu berbaik sangka kepada mereka.

Karena sukanya mereka berdusta, Al-Imam Malik bin Anas (wft 179 H) -rahimahullah- menghukumi mereka saat beliau berkata, “Janganlah engkau mengajak mereka berbicara, dan jangan meriwayatkan hadits dari mereka, sebab mereka akan berdusta”. [Lihat Minhaj As-Sunnah (1/61)]

Al-Imam Asy-Syafi’iy -rahimahullah- memberikan kesimpulan dan tanggapan terhadap orang-orang Rofidhoh, “Aku tak pernah melihat seorang dari kalangan ahli bid’ah yang lebih pendusta dalam hal pengakuan dan tidak pula lebih suka bersaksi dusta dibandingkan orang-orang Rofidhoh”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah Al-Kubro (2/545), dan Al-Laalikaa'iy dalam Syarh Ushul Al-I'tiqod (8/1457) ]

Para ulama kita telah membantah pernyataan-pernyataan orang Syi’ah-Rofidhoh untuk menampakkan kelemahan hujjah mereka, dan bodohnya mereka tentang agama Islam yang pernah dibawa oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Imam Ahlus Sunnah, Al-Qosim bin Sallam Al-Baghdadiy (wft 224 H) -rahimahullah- berkata, “Aku telah bergaul dengan manusia, berbicara dengan ahli kalam, dan lainnya. Maka aku tak pernah melihat ada yang lebih kotor, lebih jorok, lebih lemah hujjahnya, dan lebih bodoh dibandingkan orang-orang Rofidhoh”. [HR. Al-Khollal dalam As-Sunnah (1/499)]

¾ Penyimpangan Orang-orang Syi’ah-Rofidhoh

Mungkin diantara Pembaca yang mulia penasaran untuk mengetahui secuil penyimpangan besar kaum Syi’ah-Rofidhoh yang kini mulai merambah di dunia kampus dan pemerintahan.
Orang Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kita masih kurang dan telah mengalami penyelewengan.

Aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an diyakini oleh para pendahulu dan orang-orang belakangan diantara mereka. Bukan seperti yang dikatakan secara dusta oleh orang-orang Rofidhoh pada zaman ini bahwa aqidah tahrif (diselewengkannya) Al-Qur’an tak ada dalam agama Rofidhoh-Syi’ah.

Seorang pembesar Rofidhoh, Muhammad bin Hasan Ash-Shoffar telah meriwayatkan dari Abu Ja’far Ash-Shodiq berkata, “Tak ada seorangpun yang menyatakan ia telah mengumpulkan semua Al-Qur’an sebagaimana Allah turunkan, kecuali dia itu pendusta. Tak ada yang mengumpulkan dan menghafalnya sebagaimana ia diturunkan selain Ali bin Abi Tholib dan para Imam setelahnya”.[Lihat Basho'ir Ad-Darojat (hal.213) oleh Ash-Shoffar]

Seorang Imam mereka Ali bin Ibrahim Al-Qummy mengada pengubahan letak kata-kata dalam sebuah ayat dengan alasan bahwa Al-Qur’an yang ada telah mengalami perubahan. [Lihat Badzlul Majhud (1/389-391) karya Syaikh Al-Jumaily]

Al-Kulainy (328 H), salah seorang pembesar Rofidhoh meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr, ia berkata, “Abul Hasan menyodorkan kepadaku sebuah mushaf, seraya berkata, [Kamu jangan melihat di dalamnya]. Lalu saya pun membuka dan membaca di dalamnya terdapat:.

óOs9 Ç`ä3tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx.

Lalu aku jumpai disitu ada 70 nama orang-orang Quraisy, dengan nama mereka dan nama bapak-bapaknya. (Ahmad) berkata, ” Lalu beliaupun mengutus seseorang kepadaku dengan pesan, “Kirim seseorang kepadaku bersama mushaf itu”. [Lihat Ushul Al-Kafi (2/631) oleh Al-Kulainy]
Dalam Riwayat ini mereka isyaratkan bahwa mushaf yang ada pada Abul Hasan adalah mushaf yang lengkap dan masih bersih dari penyelewengan sahabat lain. Adapun yang ada pada sahabat dan ada di tangan kita hari ini, kata orang Syi’ah sudah diselewengkan lafazh dan maknanya. Ini jelas dusta !! Justru merekalah yang menyelewengkannya!!!

“Al-Qur’an Al-Karim merupakan Kitab Ilahi yang tidak tersentuh tahrif (penyelewengan) ataupun perubahan karena Allah -Tabaroka wa Ta’ala- berjanji akan menjaganya. Berbeda dengan Taurat dan Injil, Allah tak menjamin untuk menjaganya. Bahkan Allah memerintahkan mereka menjaga keduanya, tapi mereka sia-siakan. Ummat Islam telah sepakat sepanjang zaman bahwa Al-Qur’an Al-Karim yang telah diturunkan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad r merupakan Al-Qur’an yang ada sekarang di tangan kaum muslimin. Di dalamnya tak ada tambahan, ataupun pengurangan, dan tak pula perubahan, atau penggantian dan tak mungkin tersentuh sedikitpun oleh perkara-perkara semacam itu karena adanya janji Allah untuk menjaga dan melindunginya. Tak ada yang menyelisihi (Ahlus Sunnah) dalam masalah ini, kecuali orang-orang Rofidhoh tatkala mereka menyangka Al-Qur’an Al-Karim itu telah terjadi di dalamnya tahrif, perubahan, dan penggantian. Mereka menyangka para sahabat telah menyelewengkan Al-Qur’an demi tendensi duniawi mereka. Aqidah mereka (Syi’ah) ini batil. Dalil-dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, ucapan para Imam Ahlul Bait sendiri, dan akal menunjukkan kebatilannya.” [Lihat Badzlul Majhud (1/432-433)]

Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan kami yang menjaganya”.
Imam para mufassirin, Abu Ja’far Ath-Thobaryrahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr”, yaitu Al-Qur’an. “dan Kamilah yang menjaganya”. Allah Ta’ala berfirman, Sesungguhnya Kamilah yang menjaga Al-Qur’an dari tambahan kebatilan padanya yang bukan termasuk darinya, pengurangan sesuatu yang termasuk darinya berupa hukum, hudud, dan kewajiban”. [Lihat Tafsir Ath-Thobary (8/14)]

Selain nas Al-Qur’an di atas, akalpun menunjukkan kebatilan orang-orang Syi’ah-Rofidhoh yang menyatakan adanya tahrif dalam Al-Qur’an sebab pernyataan seperti ini di dalamnya terdapat mafsadah (kerusakan) yang besar, di antaranya : mencerca Allah, Nabi-Nya dan para sahabatnya -radhiyallahu anhum, serta para imam Ahlul bait. Jadi pernyataan Rofidhoh ini merupakan cercaan dan tuduhan terhadap Allah bahwa Dia tidak memenuhi janjinya dalam menjaga Al-Qur’an dari tahrif (penyelewengan) !!! Maha Suci Allah dari tuduhan mereka yang keji seperti ini.

Jika kita mencermati keterangan-keterangan di atas, maka orang-orang Syi’ah-lah sebenarnya yang melakukan tahrif (penyelewengan) terhadap Al-Qur’an. Nah, agar tahrif itu tak tampak, maka mereka balik menuduh para sahabat yang melakukan tahrif. Kata orang, “Lempar batu, sembunyi tangan”.
Setelah kita mengetahui bahwa orang Syi’ah meyakini adanya tahrif dalam Al-Qur’an, bahkan mereka juga melakukan tahrif (penyelewengan) terhadap Al-Qur’an berupa takwil ayat, mengubah letak ayat, menambahi lafazh ayat, dan menguranginya. Ini jelas adalah kekafiran!!

Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh-Zhohiry -rahimahullah- berkata dalam “Marotib Al-Ijma’”(hal.174), ” Mereka [para ulama'] sepakat bahwa apa yang ada dalam Al-Qur’an adalah haq [benar], dan barangsiapa yang menambahi padanya satu huruf saja, yang bukan termasuk dari qiro’ah[bacaan] yang teriwayatkan, terjaga, dan ternukil seperti semua ulama, atau mengurangi satu huruf, atau mengganti satu haruf dengan huruf lain secara sengaja, dan juga tahu itu beda dengan apa yang ia lakukan, maka ia kafir !! “. [Lihat Al-Iqna' fi masa'il Al-Ijma' (1/39) karya Al-Hafizh Abul Hasan Ali Ibnul Qoththon Al-Fasi]

Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah- berkata dalam “Asy-Syifa” (2/304), ” Ketahuilah, barangsiapa yang merendahkan Al-Qur’an atau mushaf, atau sesuatu darinya, atau ia mencelanya, atau menolaknya, baik satu huruf atau ayat darinya; atau ia mendustakannya atau sedikitpun darinya; atau ia mendustakan sesuatu yang telah ditegaskan di dalamnya berupa hukum, berita ; atau ia menetapkan sesuatu yang ditiadakan oleh Al-Qur’an, atau meniadakan sesuatu yang ditetapkan oleh Al-Qur’an sedang ia tahu hal itu; atau ia ragu, maka ia kafir menurut ijma’ ahli ilmu”. [Lihat Ta'liq Al-Iqna (1/39) oleh Dr Faruq Hamadah]

Orang yang melihat bukti-bukti tahrif dan otak-atik orang Rofidhoh terhadap Al-Qur’an, akan yakin dan tak ragu tentang kebatilan aqidah mereka. Tak mungkin orang yang seperti ini diajak bergandengan tangan, bahkan harus dijauhi sampai ia bertobat dari kebatilannya!! Jadi, seruan taqrib (pendekatan) Ahlus Sunnah-Syi’ah adalah Sebuah Impian Konyol.

Sumber : http://hankam.kompasiana.com/2013/06/26/kritik-atas-artikel-jangan-mencela-syiah-karya-anindya-gupita-kumalasari-572025.html

Sekilas Tentang Agama Syiah Rafidhah dan Pendirinya

Posted by Unknown | 6/26/2013 11:32:00 AM Categories: ,



 
Oleh Abu Bakr ‘Abdurrazzaq bin Shalih bin ‘Ali An-Nahmiy

Orang pertama yang mencetuskan paham Rafidlah adalah ‘Abdullah bin Saba’ Al-Yahud dari kalangan Yahudi Yaman. Dia menampakkan keislaman, kemudian datang ke Madinah pada masa khalifah yang lurus, ‘Utsman bin ‘A...ffan radliyallaahu ‘anhu.

Mereka dinamakan dengan Rafidlah (kaum yang meninggalkan) karena mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali, ketika mereka meminta beliau untuk menyatakan putus hubungan dengan Abu Bakar dan ‘Umar, tetapi beliau justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka mereka mengatakan,”Jika demikian, kami akan meninggalkanmu”. Maka beliau (Zaid bin ‘Ali) berkata,”Pergilah ! Sesungguhnya kalian adalah Rafidlah (orang-orang yang meninggalkan)”.
Adz-Dzahabi berkata dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (5/390) bahwa ‘Isa bin Yunus berkata,”Orang-orang Rafidlah datang menemui Zaid, lantas mereka berkata : ‘Buatlah pernyataan putus hubungan dengan Abu Bakar dan ‘Umar sehingga kami membantumu’. Maka beliau menanggapi : ‘Bahkan aku loyal kepada mereka berdua’. Mereka pun berkata : ‘Jika demikian, maka kami meninggalkanmu’. Dari situlah mereka dikatakan Rafidlah”.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fataawaa (4/435) : “Dikatakan kepada Al-Imam Ahmad : ‘Siapa itu Rafidlah ?’. Beliau menjawab : ‘Orang yang mencela Abu Bakar dan ‘Umar’. Karena alasan inilah mereka dinamakan Rafidlah. Sebab, mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali ketika beliau loyal kepada kedua khalifah tersebut sedangkan mereka benci kepada keduanya. Sehingga orang yang membenci mereka berdua dinamakan Rafidlah”.
Ada yang berkata bahwa mereka dinamakan Rafidlah sebab mereka meninggalkan Abu Bakar dan ‘Umar.

Ibnu Taimiyyah juga berkata pada sumber yang lalu,”Asal-usul Rafidlah dari kalangan munafiq dan zindiq. Rafidlah itu dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung ’Ali dengan propaganda bahwa ’Ali lebih berhak untuk kepemimpinan dan ada wasiat bagi ’Ali”.

Beliau juga berkata pada (28/483),”Para ulama menyebutkan bahwa permulaan paham Rafidlah adalah dari seorang zindiq bernama ’Abdullah bin Saba’. Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama Yahudinya. Dia ingin merusak Islam sebagaimana yang dilakukan Paulus An-Nashraniy yang dahulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani”.

Ibnu Abil-’Izz Al-Hanafiy berkata dalam Syarh Ath-Thahawiyyah hal. 490 dengan tahqiqAl-Albani,”Asal mula paham Rafidlah dimunculkan oleh seorang munafiq lagi zindiq yang bermaksud meruntuhkan agama Islam dan mencela Rasul shallallaahu ’alaihi wasallamsebagaimana disebutkan para ulama. Karena ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi ketika menampakkan Islam, dia hanya ingin merusak Islam dengan tipu daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan Paulus terhadap agama Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah, kemudian dia perlihatkan amar ma’ruf nahi munkart sampai akhirnya dia berupaya memfitnah ’Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kuffah, dia menampakkan sikap ekstrim terhadap ’Ali dan pembelaan kepadanya agar dengan itu ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya sampai kepada ’Ali, maka ’Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia melarikan diri darinya menuju Qarqis. Dan berita tentangnya sudah sangat dikenal dalam sejarah. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi kemudian dia tampakkan keislamannya padahal dia seorang munafiq zindiq”.

Ath-Thabari telah menyebutkannya dalam At-Taarikh (4/430) bahwa Ibnu Saba’ dahulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a.

Ibnul-Atsir berkata dalam Al-Kamiil (3/77) : ”Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’ ”.
Ath-Thabariy menyebutkan dalam sejarah kejadian-kejadian di tahun 30 H bahwa Ibnu Saba’ mendatangi Abu Darda’. Maka Abu Darda’ berkata kepadanya,”Siapa kamu ini ? Aku mengira kamu ini – demi Allah – seorang Yahudi !”.

Aku (yaitu Penulis – Abu Bakr ’Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmiy) berkata,”Sehingga ’Abdullah bin Saba’ itu hanyalah seorang Yahudi yang berkedok Islam. Asy-Syahrastani berkata dalam Al-Milal wan-Nihal (1/204) cet. Daarul-Ma’rifah : ’Saba’iyyah adalah para pengikut ’Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada ’Ali : ’Kamulah, kamulah !’.Maksudnya,’Kamu adalah Tuhan’. Maka ’Ali kemudian mengusirnya ke Al-Madain”.

Orang-orang menyangka bahwa dia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam. Ketika beragama Yahudi dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada Musa ’alaihis-salaam seperti yang dikatakannya tentang ’Ali, dialah orang pertama yang memunculkan pernyataan adanya wasiat tentang kepemimpinan ’Ali radliyallaahu ’anhu dan dari situlah bercabang berbagai sikap berlebihan (ghulluw). Dia meyakni bahwa ’Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat sifat ketuhanan, dan beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang datang dari awan, halilintar adalah suaranya, kilatan petir adalah senyumannya. Beliau nanti akan turun ke bumi lantas memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kedhaliman. Ibnu Saba’ menampakkan ucapan ini setelah wafatnya ’Ali radliyallaahu ’anhu dan adanya sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya ’Ali. Mereka juga menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu.

Dia (’Abdullah bin Saba’) berkata,”Makna seperti ini sebenarnya juga diketahui oleh para shahabat, sekalipun mereka berseberangan dengan keinginannya (’Ali). Ini ’Umar bin Khaththab, ketika ’Ali mencungkil mata seseorang dengan benda tajam di tanah suci, dilaporkan kepadanya (’Umar) dan ia berkomentar,’Apa yang sanggup aku katakan terhadap tangan Allah yang telah mencungkil mata di tanah suci milik Allah ?’. Jadi ’Umar memberikan baginya sebutan ketuhanan karena memang ’Umar mengetahui sifat itu pada diri ’Ali”.

Berikut ini adalah biografi ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi dalam kitab Mizaanul-I’tidaalkarya Adz-Dzahabi dan Lisaanul-Miizaan karya Ibnu Hajar.

Al-Hafidh Adz-Dzahabi berkata,”Abdullah bin Saba’ termasuk orang-orang zindiq yang paling ekstrim, sesat, dan menyesatkan. Aku mengira ’Ali yang membakarnya dengan api. Al-Jauzajani berkata : ’Dia meyakini bahwa Al-Qur’an itu hanya satu bagian dari sembilan bagian yang ilmunya ada pada ’Ali. ’Ali mengusirnya setelah bertekad melakukannya”.

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Lisaanul-Miizaan (29/30) :
”Ibnu ’Asakir berkata dalam Tarikh-nya : ’Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi kemudian dia menampakkan kesialaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri muslimin untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan menyusupkan keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota Damaskus untuk tujuan tadi pada masa ’Utsman’.

Kemudian dia (Ibnu ’Asakir) meriwayatkan dari jalan Saif bin ’Umar At-Tamimi dalamAl-Futuh dengan kisah yang panjang, tetapi sanadnya tidak benar. Juga dari jalan Ibnu Abi Khaitsamah, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ’Abbad, ia berkata : Telah menceritakan hadits kepada kami Sufyan, dari ’Ammar Ad-Duhni, ia mengatakan : Aku mendengar Abu Ath-Thufail berkata :

رأيت المسيب بن نجبة أتى به دخل على المنبر فقال ما شأنه فقال يكذب على الله وعلى رسوله

Aku melihat Al-Musayyib bin Najbah datang menyeretnya (yaitu Ibnu Saba’), sementara ’Ali sedang berada di atas mimbar. Lantas beliau (’Ali) berkata,”Ada apa dengannya ?”. Al-Musayyib berkata,”Dia berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya”. [1]

Beliau (Ibnu ’Asakir) juga berkata : Telah menceritakan kepada kami ’Umar bin Marzuq, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin Wahb, dia berkata : ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ta’ala ’anhu berkata,

ما لي ولهذا الخبيث الأسود يعني عبد الله بن سبأ كان يقع في أبي بكر وعمر رضى الله تعالى عنهما

”Apa urusanku dengan al-hamil [2] yang hitam ini – yaitu ’Abdullah bin Saba’ - ?. Dia biasa mencela Abu Bakar dan ’Umar radliyalaahu ta’ala ’anhuma”. [3]
Dari jalan Muhammad bin ’Utsman bin Abi Syaibah, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-’Alla’ dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ayyas, dari Mujahid, dari Asy-Sya’bi, dia berkata : ”Orang pertama yang berbuat kedustaan adalah ’Abdullah bin Saba’”. Abu Ya’la Al-Mushili berkata dalamMusnad-nya : Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Asadi, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Harun bin Shaalih, dari Al-Haarits bin ’Abdirrahman, dari Abul-Jalas, ia berkata : Aku mendengar ’Ali berkata kepada ’Abdullah bin Saba’ :

والله ما أفضى إلي بشيء كتمه أحدا من الناس ولقد سمعت يقول إن بين يدي الساعة ثلاثين كذابا وإنك لأحدهم

”Demi Allah, beliau tidak pernah menyampaikan kepadaku sesuatupun yang beliau sembunyikan dari manusia. Benar-benar aku mendengar beliau bersabda,’Sesungguhnya sebelum terjadinya kiamat ada tiga puluh pendusta’; dan engkau adalah salah satu dari mereka”.[4]

Abu Ishaq Al-Fazari berkata : Dari Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Abu Az-Za’ra’, dari Zaid bin Wahb : Bahwasannya Suwaid bin Ghafalah masuk menemui ’Aliradliyallaahu ’anhu di masa kepemimpinannya. Lantas dia berkata,”Aku melewati sekelompok orang menyebut-nyebut Abu Bakar dan ’Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua. Diantara mereka adalah ’Abdullah bin Saba’ dan dialah orang pertama yang menampakkan hal itu”. Lantas ’Ali berkata,”Aku berlindung kepada Allah untuk menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”. Kemudian beliau mengirim utusan kepada ’Abdullah bin Saba’ dan mengusirnya ke Al-Madaain. Beliau juga berkata,”Jangan sampai engkau tinggal satu negeri bersamaku selamanya”. Kemudian beliau bangkit menuju mimbar sehingga manusia berkumpul. Lantas beliau menyebutkan kisah secara panjang lebar yang padanya terdapat pujian terhadap mereka berdua (Abu Bakar dan ’Umar), dan akhirnya berliau berkata,”Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorangpun yang mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk orang yang berbuat dusta”.[5]

Berita tentang ’Abdullah bin Saba’ ini sangatlah masyhur dalam buku-buku sejarah dan dia tidak mempunyai satu riwayat hadits pun, walhamdulillah. Dia mempunyai pengikut yang dikenal dengan Saba’iyyah yang meyakini sifat ketuhanan ’Ali bin Abi Thalib dan ’Ali telah membakarnya dengan api pada masa kekhalifahannya” [selesai perkataan Ibnu Hajar dalam Lisaanul-Miizaan].
Amirul-Mukminin ’Ali bin Abi Thalib telah membakar pengikut si Yahudi ’Abdullah bin Saba’ setelah beliau menasihati agar mereka kembali dan bertaubat kepada Allah dari kesesatan dan penyelewengan mereka. Al-Bukhari meriwayatkan (12/335) dalam Fathul-Baari no. 6922, beliau berkata : Telah memberikan hadits kepada Abu An-Nu’mar Muhammad bin Al-Fadhl ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, dari Ayyub, dari ’Ikrimah bahwasannya ia berkata :

أتى علي رضى الله تعالى عنه بزنادقة فأحرقهم فبلغ ذلك بن عباس فقال لو كنت أنا لم أحرقهم لنهي رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تعذبوا بعذاب الله ولقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه

”Didatangkan kepada ’Ali radliyallaahu ’anhu sekelompok orang zindiq, lantas beliau membakarnya. Kemudian berita itu sampai kepada Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma, maka beliau berkata : ”Seandainya aku yang menghukumnya, maka aku tidak akan membakarnya, sebab ada larangan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :’Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah (yaitu api), akan tetapi aku akan membunuhnya karena sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia”.

Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits ini berkata :
”Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syuraik Al-’Amiriy, dari ayahnya ia berkata : Dikatakan kepada ’Ali : ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka : ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab : ’Engkau adalah Rabb kami, pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Ali berkata : ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan.

Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’.

Kemudian beliau memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Beliaupun berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Ali melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, beliau pun berkata :

اني إذا رأيت أمرا منكرا - أوقدت ناري ودعوت قنبرا

Ketika aku melihat perkara yang munkar
Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar

Ini adalah sanad yang hasan.
[selesai perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul-Baari].

Adapun ’Abdullah bin Saba’, maka ’Ali mengusirnya ke Al-Madaain. Ketika ’Ali meninggal dan berita kematian ’Ali sampai kepada ’Abdullah bin Saba’, dia berkata kepada orang yang membawa berita,”Seandainya pun engkau membawa berita kepada kami membawa otaknya dimasukkan ke dalam tujuhpuluh kantong dan engkau berdirikan tujuhpuluh orang saksi yang adil, maka tentu kami masih bisa memastikan bahwa dia belum terbunuh dan tidak akan mati sampai menguasai bumi”.[6]

Ibnu Saba’Al-Yahudi memanfaatkan kematian Amirul-Mukminin ’Ali bin Abi Thalib, dia susupkan keyakinan-keyakinan rusaknya dan diterima oleh para pengikutnya dari orang-orang Rafidlah. Mereka pun kemudian menyebarkannya dan menyeru kepadanya. Di sini, kami akan menyebutkan sebagian yang diperbuat oleh orang Yahudi ni dan keyakinan-keyakinan rusaknya yang dia masukkan (ke dalam tubuh kaum muslimin) :

1. Mencetuskan kelompok yang menyimpang ini, yaitu Rafidlah.

2. Upayanya untuk membunuh khalifah yang lurus Dzun-Nurain (pemilik dua cahaya : dua anak perempuan Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam), yaitu ’Utsman bin ’Affanradliyallaahu ’anhu.

3. Mencela shahabat dan mengkafirkannya, terutama Abu Bakar, ’Umar, dan ’Utsmanradliyallaahu ’anhum.

4. Keyakinan adanya wasiat tertulis bagi ’Ali.

5. Sikap ekstrim terhadap ’Ali dan ahli bait.

6. ’Aqidah bada’ (menjadi nampak).[7]

7. Pengkultusan ’Ali radliyallaahu ’anhu.

8. Keyakinan tentang tidak meninggalnya ’Ali radliyallaahu ’anhu.

Orang-orang Rafidlah mengambil ’aqidah yang jelek yang disusupkan oleh orang Yahudi ini[8] dan mereka sampai sekarang masih meyakini ’aqidah-’aqidah ini dan membelanya, sebagaimana dikatakan oleh guru kami Al-Imam Al-Wadi’iy[9] dalam kitabnya Al-Ilhadul-Khumaini fil-Ardlil-Haramain hal. 110, Cet. Daarul-Hadits :
”Mudah-mudahan kaum muslimin mengambil pelajaran dari kisah ’Abdullah bin Saba’ sehingga mereka waspada dari tipu daya dan keburukan orang-orang Rafidlah, sebab seruan mereka terbangun di atas kedustaan dan sungguh betapa miripnya malam ini dengan malam sebelumnya. Orang-orang Rafidlah sekarang menganut keyakinan ’Abdullah bin Saba’”.

Ketika ’aqidah orang-orang Rafidlah diambil dari orang Yahudi ini, maka kamu dapati keserupaan mereka dengan Yahudi dalam banyak perkara. Penulis[10] telah meletakkan sebuah pasal dalam risalah ini seputar masalah tersebut. Rafidlah memiliki beberapa nama. Mereka disebut Al-Itsna ’Asyariyah nisbat kepada keyakinan mereka tentang 12 imam. Mereka dinamakan Ja’fariyyah, nisbat kepada Ja’far Ash-Shaadiq. Mereka dinamakan Imamiyyah karena berpandangan kepemimpinan itu hanya untuk ’Ali dan anak keturunannya, dan mereka menunggu seorang imam yang akan muncul di akhir jaman. Mereka juga dinamakan Rafidlah karena sikap mereka yang meninggalkan Zaid bin ’Ali sebagaimana pembahasan lalu.[11]
Demikianlah, dan hendaknya diketahui oleh setiap muslim bahwa orang-orang Rafidlah pada hakekatnya adalah para musuh Islam. Hanyalah mereka berkedok Islam untuk menghantam Islam. Mereka bahu-membahu dengan semua musuh Islam untuk menghadapi Islam serta bekerjasama dengan semua orang jahat untuk melawan islam.Laa haula walaa quwwata illaa billaah.

[1] HR. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (29/7) dan sanadnya hasan.
[2] Al-Hamil adalah sebutan untuk segala sesuatu yang busuk, dan dia berarti orang yang botak dan tidak mempunyai rambut. (Al-Qaamus).
[3] HR. Ibnu ‘Asakir dalam Taarikh Ad-Dimasyqi (29/7) dengan sanad shahih.
[4] Atsar ini tsabit (kokoh), diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1325, Abu Ya’la dalam Musnad-nya (449), dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (982). Al-Haitsami berkata dalam Majma’uz-Zawaaid (7/333) : “Para perawinya tsiqah (terpercaya)”.
[5] Atsar ini tsabit.
[6] Firaq Asy-Syi’ah karya An-Naubakhti, hal. 21, Cet. Karbalaa.
[7] Yaitu orang-orang Rafidlah meyakini bahwasannya akan menjadi terang sesuatu bagi Allah setelah sebelumnya tersembunyi. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar. Silakan lihat kitab Buthlaanu ’Aqaaid Asy-Syi’ah karya Al-’Allamah Muhammad ’Abdus-Sattar At-Turisi, hal. 23 dan Mas-alatut-Taqrib baina Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah (1/344).
[8] Tidak ada celah untuk mengingkari eksistensi ‘Abdullah bin Saba’ Al-Yahudiy, sebagaimana disangka oleh sebagian orang bahwa dia hanyalah cerita dongeng belaka. Buku-buku sejarah telah menetapkan hakekat perbuatannya bahkan menetapkan hakekat dirinya, sampai-sampai ditulis oleh orang-orang Syi’ah sendiri.
Tentang hakekat ’Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi ini telah dijelaskan oleh saudaraku yang mulia ’Ali Ar-Razihi dalam kitabnya ­Taudlihun-Nabaa’ ’an Mua’assis Asy-Syi’ah ’Abdullah bin Saba’ baina Aqlami Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah wa Ghairihim. Silakan merujuknya.
[9] Yaoitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rahimahullah – Abul-Jauzaa’.
[10] Yang dimaksudkan oleh Asy-Syaikh Abu Bakar ‘Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmi adalah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab At-Tamimi rahimahullah. Sebagai catatan, tulisan ini merupakan bagian dari muqaddimah Asy-Syaikh An-Nahmi ketika beliau memberikan ta’liqterhadap kitab Risalah fir-Radd ’alar-Rafidlah karya Asy-Syaikh Muhammad bin ’Abdil-Wahhabrahimahullah ­– Abul-Jauzaa’.
[11] Dan silakan lihat kitab Asy-Syi’ah wat-Tasyayyu’ karya Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Dhahirrahimahullah hal. 296.
 
Sumber : Abul Jauzaa
 

Senin, 24 Juni 2013

Sejumlah ‘ulama dari berbagai negara, termasuk dari Suriah, berkumpul di Kairo, Mesir, dan menyerukan kepada seluruh kaum Muslimin untuk melakukan jihad dalam berbagai bentuk untuk menghentikan pembunuhan-pembunuhan oleh rezim Basyar al-Assad.

Para ‘ulama berkumpul pada Kamis dan Jumat, 13 – 14 Juni, dan memfatwakan “jihad di Suriah adalah wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik dengan bertempur secara fisik, memberikan bantuan finansial, maupun menyediakan persenjataan serta bantuan dan dukungan lainnya demi menghentikan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan rezim sektarian Suriah.”

Para ‘ulama yang dikabarkan berasal dari 70 organisasi itu juga menyerukan persatuan kaum Muslimin dalam menghentika kejahatan-kejahatan rezim Basyar “sesuai dengan kemampuan masing-masing.”

‘Pernyataan Perang Terbuka’

Para ‘ulama juga menyatakan beberapa hal berikut ini:
“Kami menganggap bahwa kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Iran dan Hizb*** adalah sebuah pernyataan perang secara terbuka terhadap Islam.”

“Bagi kaum Muslimin secara umum, dan kepada para Mujahidin secara khusus, (kami serukan) untuk menghindari perpecahan, dan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah dan menerima apa-apa yang telah ditetapkan (dalam Al-Quran dan Sunnah), dan untuk mengutamakan persatuan kaum Muslimin di atas kepentingan pribadi-pribadi.”

Para ‘ulama juga menyerukan kepada kaum Muslimin dan para Mujahidin agar “mengarahkan seluruh energi kita bersama-sama melawan musuh, dan untuk mengabaikan perbedaan (di kalangan ummat).”

Mereka juga menyerukan kepada para pemerintah Barat dan Arab untuk menghentikan bantuan apa pun terhadap rezim Suriah yang lalu dipakai untuk memerangi rakyat Suriah, dan untuk membantu rakyat Suriah dengan persenjataan dan persiapan-persiapan yang diperlukan demi memerangi rezim tirani Suriah yang menindas rakyat, serta memotong bantuan apa pun kepada negara-negara pendukung rezim seperti Russia, China dan Iran.

Para ‘ulama juga menyerukan kepada semua perusahaan Muslimin untuk menghentikan hubungan dengan Iran, kepada semua media agar melaporkan secara jujur apa yang terjadi di Suriah termasuk semua kekejaman yang dilakukan rezim atas rakyat Suriah.

Para ‘ulama menyerukan, “Kepada semua tentara rezim Suriah, darah orang-orang yang tak berdosa itu haram kalian tumpahkan, dan agar kalian tidak mentaati rezim dan agar kalian membelot sesegera mungkin dan ikut berjuang melawan” rezim Suriah.

‘Teroris’

Para ‘ulama itu juga menyerukan kepada berbagai lembaga internasional dan keamanan untuk melaksanakan kewajiban mereka melindungi hak-hak asasi manusia, dan untuk segera membawa rezim Basyar al-Assad ke pengadilan karena berbagai kejahatannya.
Mereka juga “menolak, membantah dan menarik kembali cap ‘teroris’ terhadap sejumlah revolusioner Islam.”

Diberitakan bahwa termasuk dalam pertemuan itu Syeikh Yusuf al-Qaradawi yang berbasis di Qatar, Syeikh Muhammad al-Arifi dari Saudi, Syeikh Kurayim Raajih dari Suriah, serta Hassan al-Shafai dari Al-Azhar di Kairo.

http://www.youtube.com/watch?v=vIgBxx9gfto&feature=player_embedded

Sumber : (Sahabat Suriah)

(Opini) Pengakuan Syeikh Al-Qaradhawi tentang Iran.

Posted by Unknown | 6/24/2013 09:21:00 AM Categories: ,
Syeikh Al-Qaradhawi. foto: Al-Arabiya

oleh Abdulrahman Al-Rashed,
general manager stasiun televisi Al Arabiya, wartawan senior

Ucapan koreksi dari ulama besar Sunni, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi merupakan sebuah perkembangan penting. Pekan lalu, Syeikh Al-Qaradhawi berdiri dan berkata, “Selama bertahun-tahun saya menyerukan agar doktrin-doktrin Islam bisa bersatu. Saya pergi ke Iran saat masa pemerintahan mantan Presiden Iran, Mohammad Khatami. Namun mereka ternyata menipu saya dan banyak orang lainnya seperti saya. Mereka selalu mengatakan bahwa mereka juga ingin menyatukan doktrin-doktrin yang berbeda.”

Syeikh Al-Qaradhawi mengakui kesalahannya dengan mengatakan, “Saya dulu membela Hasan Nasrallah (pemimpin Hizbullah) dan partainya, partai tirani di depan para ulama Arab Saudi. Tampaknya para ulama Arab Saudi ini lebih dewasa dibandingkan saya.”

Akui Kesalahan

Pengakuan publik dan jujur Qaradawi adalah momentum penting. Ia mengakui dirinya keliru atas semua yang pernah diasumsikannya dan membela Hizbullah serta mengkritik orang lain. Syeikh Al-Qaradhawi berasumsi perjuangan yang telah berlangsung selama 20 tahun terakhir ini didasarkan pada konsep membangun sebuah pemerintahan Islam, partai dan tokoh. Rencana ini dibangun di atas kebohongan besar dan mitos.

Keberanian Syeikh Qaradhawi ini layak diapresiasi karena ia mungkin hanya satu-satunya orang yang mengakui kesalahannya. Padahal dia bisa saja membenarkan sikapnya, namun ia memilih untuk berbicara di depan para pengikutnya dan mengakui kesalahannya.

Syeikh Qaradhawi sebenarnya tidak salah ketika menyerukan penyatuan semua doktrin Islam juga ketika ia berseru tentang kerja sama Islam. Ini merupakan ide yang mulia. Kesalahannya ada pada pemahaman politiknya terkait rencana desain di Teheran, Beirut dan Damaskus.

Rencana Khomeini Teheran adalah sebuah proyek yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Itu adalah skema Iran untuk mendominasi wilayah tersebut. Skema tersebut didasarkan pada kebohongan atas revolusi Islam dan merupakan satu-satunya cara untuk menyatu dengan jutaan umat Muslim di seluruh dunia. Ini adalah cara mereka untuk memperluas wilayah geografis dan mendapatkan pengaruh.

Sejarah Qaradhawi

Kami sudah melewati pertempuran dialektika dengan semua sekutu Iran, Hizbullah dan rezim Suriah. Kami berjuang melawan para intelektual dan pengkhotbah mereka karena kami memahami maksud dari rezim ini, tujuannya dan segala aktivitas mereka.

Kami tahu sebagian besar orang yang mengikuti kelompok jahat ini telah ditipu. Syeikh Al-Qaradhawi sendiri sempat menyakini ilusi-ilusi mereka, seperti halnya banyak ulama lain yang terlibat dalam politik yang memiliki antusiasme besar tapi hanya sedikit mempunyai pemahaman politik.

Syeikh Qaradhawi meninggalkan Mesir lalu pergi ke Qatar sebagai bentuk protesnya atas sikap mantan Presiden Mesir Anwar al-Sadat yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan ‘israel’. Iran adalah sebuah tempat berlabuh bagi orang-orang yang marah dan sangat berantusias mengubah dunia Islam.

Orang-orang yang frustrasi dan merasa terkesan kemudian banyak menulis buku yang memuliakan revolusi Iran. Mereka menyampaikan pidato berisi pujian terhadap pemimpin Iran meskipun politik kotor Iran sudah banyak diketahui sejak Abu al-Hassan Bani Sadr—presiden Iran terpilih pertama yang dekat dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Khomeini, melarikan diri.

Rezim baru Iran kemudian mengejar mitra-mitra revolusi mereka dan membunuh banyak dari mereka. Setelah semua ini, bagaimana bisa orang percaya bahwa rezim yang membunuh rakyatnya sendiri di Teheran bisa benar-benar memimpin mereka, membebaskan Palestina dan mengakhiri rezim tirani?

Tidak benar kalau Iran dianggap sebagai misteri yang belum terungkap. Sejak awal Iran adalah sebuah rezim sekte yang jelek. Ketika Salam Rushdie menulis bukunya yang berjudul “The Satanic Verses”, Iran meluncurkan sebuah kampanye melawan Inggris dan mengutuknya dalam sebuah konferensi Islam di Jeddah.

Paradoksnya adalah pewakilan Palestina yang mengetahui kebohongan rezim Khomeini merespons permintaan Iran tersebut dengan mengatakan kalau Inggris bukanlah negara Muslim. Delegasi Iran marah mendengarnya lalu meninggalkan ruangan.

Sayangnya, masih ada rekan Syeikh Qaradhawi yang tertipu, yang masih mendukung Iran. Apakah tidak ada salah satu dari mereka yang berpikir dan membayangkan bagaimana nasib dunia ini di bawah kepemimpinan orang-orang seperti Khomeini atau Qassem Suleimani atau Hassan Nasrallah?
Satu hal yang pasti adalah, suatu hari nanti Iran akan bersekutu dengan Amerika—setan yang paling besar, bekerja sama dengan ‘israel’ dan memaksakan semua rencana-rencananya.*

Sumber : (Al Arabiya | Sahabat Al-Aqsha)
Via : Sahabat Suriah

Inilah Salah Satu Gua Ciptaan-Nya yang Maha Indah.

Posted by Unknown | 6/24/2013 09:03:00 AM Categories: ,
Traveling ke alam bebas dan melihat bintang di langit adalah hal yang wajar. Tapi di Selandia Baru, Anda tak hanya melihat bintang di langit. Kemilau bintang juga bisa turis lihat di dalam gua. Kok bisa?


Adalah Waitomo Glowworm nama gua kapur di Selandia Baru terkenal sebagai tempatnya melihat bintang. Gua ajaib ini berada di luar Waitomo, North Island, Selandia Baru. Ini adalah salah satu destinasi wisata yang sangat populer di sana.

Betapa tidak, masuk ke dalam, turis tak hanya bisa melihat keindahan stalaktit yang mengisi gua. Anda akan dibuat terkesima dengan kemilau cahaya yang ada di langit-langitnya. Persis seperti gemerlap bintang di langit.

Setelah dilihat lebih dekat, ternyata cahaya tersebut berasal dari cacing dengan nama latin Arachnocampa luminosa. Dalam kegelapan, hewan ini akan mengeluarkan cahaya berwarna hijau dan biru.

Gua ini pertama kali ditemukan pada tahun 1887. Saat itu, seorang surveyor asal Inggris ingin mengeksplor gua ditemani penduduk lokal sekaligus Kepala Suku Maori, Tane Tinorau.

Cacing-cacing tersebut menggantung di atas langit gua


Pada awalnya, Tane Tinorau memang sudah mengetahui keberadaan gua, namun belum pernah masuk hingga dalam. Akhirnya, ia dan surveyor Inggris mengeksplor hingga bagian dalam gua. Keduanya membuat rakit dan mengarungi sungai di dalam gua.


Lalu apa yang didapat keduanya sangat mengejutkan. Mereka melihat ada banyak cahaya gemerlap di langit gua, mirip seperti bintang. Sontak keduanya terpesona.

Sadar dengan keunikan Gua Waitomo, akhirnya pada tahun 1889, Tane Tinorau membuka gua untuk wisata. Ia dan istrinya menjadi pemandu saat itu. Biaya yang dipungut kepada wisatawan pun sangat kecil. Baru kemudian pada tahun 1906, administrasi gua diambil alih oleh pemerintah.


Turis akan diajak naik kapal mengarungi sungai, dan tengoklah ke atas, ada banyak cacing bersinar seperti bintang

Jika penasaran, Anda pun bisa berkunjung langsung ke Gua Waitomo Glowworm. Nantinya, setiap turis yang datang akan diajak naik perahu dan mengarungi sungai dalam gua sepanjang 250 meter.

Wisatawan akan dibuat terkesima dengan keindahan gua kapur, lengkap dengan stalaktit di dalamnya. Anda akan dibuat semakin terpesona lewat kemilau cacing yang tinggal di langit-langit gua.


Seorang pemandu juga akan menemani tur gua ini. Mereka akan memberikan informasi mengenai gua kepada seluruh peserta tur, termasuk sejarah gua.

Tidak gratis, wisatawan yang datang akan diminta membayar tiket masuk seharga NZD 48 (Rp 380 ribu) /orang untuk dewasa, dan NZD 21 (Rp 166 ribu) untuk anak-anak usia 4-14 tahun.

Sumber : Apa Kabar Dunia

Jumat, 21 Juni 2013

KEHABISAN AKAL, REZIM SURIA GUGAT ULAMA ISLAM KE PBB

MENLU Suria melayangkan tiga surat gugatan, yang ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB, Sekjen PBB, dan Komite Penanggulangan Terorisme PBB.

Dalam surat itu mereka mengklaim bahwa ulama Islam: "Telah mengeluarkan fatwa pengkafiran oknum tertentu, mendukung aksi terorisme dan para teroris!"

Rezim Suria, masih dalam surat gugatan tersebut mengutuk Mesir yang telah membiarkan fatwa-fatwa ekstrem tersebut keluar. Yang berarti Mesir juga terlibat dalam penumpahan darah di Suria.

Rezim Syi'ah juga menuntut PBB menghentikan beberapa negara yang terlibat dalam melakukan pelanggaran dan mengancam keamanan serta stabilitas Suria, seperti Saudi, Qatar, Turki, dll."

Sedangkan di antara ulama yang dituntut oleh Rezim adalah: Syekh Abdul Aziz Alu Syekh (Grand Mufti Saudi), Syekh. DR. Muhammad al-Arrifi (Saudi), DR. Yusuf al-Qardhawi (Mesir), Syekh Muhammad Hassan (Mesir), DR. Shafwat Hijazi (Mesir), Syafi Sultan al-Ajmi(Kuwait). Dll

***
Ibarat kata pepatah Indonesia: Maling teriak maling.. 
Yaa. Inilah Syi'ah. jika orang syi'ah sendiri tidak mengerti kontradiksi dalam agamanya, apalagi mereka yang non-Syi'ah!

http://almokhtsar.com/node/166294

MENLU Suria melayangkan tiga surat gugatan, yang ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB, Sekjen PBB, dan Komite Penanggulangan Terorisme PBB.

Dalam surat itu mereka mengklaim bahwa ulama Islam: "Telah mengeluarkan fatwa pengkafiran oknum tertentu, mendukung aksi terorisme dan para teroris!"
...
Rezim Suria, masih dalam surat gugatan tersebut mengutuk Mesir yang telah membiarkan fatwa-fatwa ekstrem tersebut keluar. Yang berarti Mesir juga terlibat dalam penumpahan darah di Suria.

Rezim Syi'ah juga menuntut PBB menghentikan beberapa negara yang terlibat dalam melakukan pelanggaran dan mengancam keamanan serta stabilitas Suria, seperti Saudi, Qatar, Turki, dll."

Sedangkan di antara ulama yang dituntut oleh Rezim adalah: Syekh Abdul Aziz Alu Syekh (Grand Mufti Saudi), Syekh. DR. Muhammad al-Arrifi (Saudi), DR. Yusuf al-Qardhawi (Mesir), Syekh Muhammad Hassan (Mesir), DR. Shafwat Hijazi (Mesir), Syafi Sultan al-Ajmi(Kuwait). Dll

***
Ibarat kata pepatah Indonesia: Maling teriak maling..
Yaa. Inilah Syi'ah. jika orang syi'ah sendiri tidak mengerti kontradiksi dalam agamanya, apalagi mereka yang non-Syi'ah!

Sumber : http://almokhtsar.com/node/166294
Via : https://www.facebook.com/?ref=tn_tnmn#!/pages/Dukung-MUI-Keluarkan-Fatwa-Syiah-Sesat-Dan-Haram-Di-Indonesia/221268711229604?hc_location=stream

Kamis, 13 Juni 2013

Kupu-kupu dulunya Cupu-cupu

Posted by Unknown | 6/13/2013 02:52:00 PM Categories: , , ,
{Kupu-kupu dulunya Cupu-cupu}

Tak bisa dibayangkan, bila dahulu presiden kita saat ini (EsBeYe) dulunya juga seorang anak kecil, yang jika sedang pilek, maka itunya meler, begitupun pak Chairul Tanjung yang katanya anak Singkong, (padahal emak sama bapaknya manusia, bagaimana bisa dibilang menjadi salah satu jenis makanan ? itulah dunia tulisan) yang dulunya pun juga tidak pernah beralaskan alas kaki yang sewajarnya (nyeker), dahulu si fulan itu sebenarnya hanya anak biasa yang terbiasa datang pagi untuk bisa tidur dikelas, dahulu si fulanah itu hanya seorang anak yang mempunyai sebuah buku lusuh yang berjumlah satu dalam tasnya, dahulu begini dahulu begitu.

Dahulu seekor kupu-kupu belum bisa dikatakan kupu-kupu jika ia belum menjalani suatu proses, mulai dari telur, menjadi ulat, menjadi kepompong, barulah setelah itu keluar dan menjadi kupu-kupu (tentunya dia tidak makan nasi dan minum susu pada malam harinya) itu merupakan proses metamorfosa yang wajib terjadi baginya. Jangan dikira bahwa dahulu, Bob Sadino orang yang kaya mendadak tanpa usaha, ia butuh usaha dengan jiwa raganya untuk sukses dalam segala hal, entah waktu, pikiran, tenaga, ilmu dan lainnya, meskipun saat ini, kehidupannya berubah, namun kamu masih bisa lihat ada yang berubah darinya, yaitu celananya (ahh, biarlah ... mungkin saja beliau sejenis kupu-kupu langka, Lho ?).

Begitupun Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Arify, ketika masih menjadi seorang pelajar [mahasiswa] adalah ahli ceramah dan tahu banyak hal. Dahulu beliau juga seorang pelajar biasa, yang ketika menulis huruf Dal [د] sebelum namanya di cover kitab pegangan kampusnya, ia diejek oleh teman-teman, 'Wakakak, lagak ente pake nambahin huruf dal [doktor]. Khayal aja ente!' Namun kini beliau benar-benar seorang Dal, seorang doktor, seorang kreator dan seorang inspirator yang kalimat-kalimatnya didengar jutaan pasang telinga dan ceramahnya dihadiri sudah jutaan raga.

Dahulu ulat yang hanya dapat berjalan lambat, ia hanya dapat sedikit bergerak dan memakan dedaunan yang cocok baginya untuk dimakan, maka tak heran, banyak yang tidak menyukainya, bentuknya saja seperti itu, terkadang ada yang berbulu, ada yang tidak, dianggap menjijikan serta diremehkan orang yang melihatnya. Bahkan, sebagian mungkin bisa anda lihat, ia dijadikan salah satu hama, sehingga, sedikit seakli diatara mereka yang bertahan. Namun realitanya bercerita lain, ulat-ulat tersebut yang dahulunya dianggap hina dan dianggap remeh oleh sebagian orang, suatu saat akan terbang tinggi, menjadi sebuah ciptaan yang dapat melezatkan pemandangan mata, dapat terbang tinggi diantara indahnya karya pencipta sebagai salah satu pemanis dalam lembutnya alam, bahkan terbang lebih tinggi dibanding mereka yang dahulunya membenci dan meremehkannya.

Begitupun anda, mungkin saat ini anda sedang mengalami masanya, menjadi seseorang yang berjuang keras melawan arus, melewati kerikil-kerikil tajam, serta mengarungi aliran ombak yang begitu deras, terkadang kamu akan terjatuh, dan merasakan cibiran, kesakitan serta kelelahan tanpa ada yang perduli siapa engkau, apa yang engkau rasakan, maka janganlah putus asa, tetaplah kejar ia, semampumu, hingga kelak kau akan ditunjukkan oleh-Nya betapa besar apa yang kau usahakan, dan betapa besar yang Dia lihat, menjadi suatu harmoni yang begitu indah.

Di masa muda, maka harus ada yang merasakan pahit getir perjuangan untuk mendapat kebahagiaan, kenapa tidak ? apakah engkau mau merasa pahit getir di usia senja ? sedangkan yang lainnya telah melewati masa itu dan merasakan hasilnya di usia senja !.

Semua ingin kembali ke rumah di petang zaman.
Semua ingin menikmati indahnya alam bercengkrama di akhir senja.
Semua ingin melewati gerbang sukses di akhir hayat.
Semua ingin tidur tersenyum di dalam keranda menuju pusara.

Namun, tidak semua yang ingin melakukan pengorbanan ...
Namun, tidak semua yang ingin mencicipi pahitnya asam garam perjuangan ...
Namun, tidak semua yang ingin menundukkan waktu

Sebagian ada yang terlena di masa muda,
Sebagian ada yang mengambil rehat dimasa kerja,
Sebagian ada yang tetap tenang menunggu keputusan masa,

Hingga ... jadilah rekaman masa lalu yang pahit untuk diingat, sedih untuk dikenang, dan sesal untuk dibicarakan ...

Maka, ucapkanlah selamat pada kupu-kupu, telah berakhir masa ketika ia rasa malu beradu ...

Ucapkan selamat pada mereka yang sukses...

sukses takkan mendatangi dengan sendirinya, namun datangilah sendiri, maka akan kau lihat panorama lukisan indah senja sebelum kau ucapkan 'selamat tinggal' pada hari dunia.

1 Jumadil Ula 1434 H

Sumber : Catatan Hasan Al-Jaizy
Sudah Membaca Al-Qur'an hari ini? Sudah Shalat Wajib pada waktunya ?